TEMPO.CO, Jakarta - Direktur The Wahid Institute Yenny Wahid mengatakan pemerintah wajib melindungi hak-hak anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) selama mereka tidak berniat menggulingkan pemerintahan yang sah, terlibat aksi kriminalitas, maupun kekerasan.
Menurut Yenny, keyakinan merupakan hak asasi siapa pun. "Negara maupun masyarakat tidak bisa memaksakan kehendaknya pada mereka," tutur Yenny Wahid saat dihubungi Tempo, Rabu, 27 Januari 2016.
Perempuan bernama lengkap Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid menilai sikap anggota kelompok Gafatar yang enggan dijemput keluarganya menunjukkan ikatan emosional anggota kelompok sangatlah kuat. "Walaupun dijemput paksa pun nantinya mereka akan tetap menemukan jalan untuk kembali ke kelompoknya," ujar putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini.
Lagi pula, Yenny menambahkan, anggota yang tidak mau kembali adalah mereka yang sudah dewasa, bukan anak-anak. "Selama mereka tidak melakukan tindakan kriminalitas, atau menyusun makar, menyusun aksi terorisme dan lain-lain, maka masyarakat harus menghormati pilihan mereka," katanya.
Gafatar dianggap sesat dan menyimpang. Akibatnya, sebagian masyarakat merasa resah dan panik. Namun, Yenny berpendapat untuk menyikapi anggota Gafatar yang terpenting adalah menghindari rasa panik.
Lulusan ilmu administrasi publik di Harvard University, Boston, Amerika Serikat, ini menilai ketika masyarakat terjebak pada kepanikan, biasanya akan berujung pada aksi kekerasan. "Yang bisa dilakukan masyarakat adalah dengan membentengi diri dan keluarga dengan menguatkan akidah," katanya.
Selain itu, tambah Yenny, diperlukan adanya pendekatan dialog untuk menghadapi kelompok ini. "Karena yang namanya keyakinan tidak bisa diubah dengan intimidasi, namun hanya dengan pendekatan hati," tutur Yenny.
"Intinya hak para anggota Gafatar untuk berbeda keyakinan harus dihormati, namun kalau ada tanda-tanda mereka melakukan gerakan yang berujung pada pendirian sebuah negara baru, tentu harus disikapi secara hukum pula," katanya.
DINI TEJA