TEMPO.CO, Jakarta - Pembentukan Tim Pengawas Intelijen oleh Dewan Perwakilan Rakyat dinilai rawan kebocoran rahasia data milik negara. Peneliti kajian strategi intelijen dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib, menganggap anggota Tim Pengawas Intelijen yang semuanya anggota DPR itu menjadi kelemahan utama.
"Harus diingat, anggota DPR bukan intelijen terlatih. Mereka bisa menjadi sasaran pengintaian dan penyadapan agen asing," kata Ridlwan dalam pernyataan tertulisnya, Kamis, 28 Januari 2016.
Status mereka sebagai wakil rakyat, membuat nama, alamat rumah, nomor telepon genggam, istri, dan keluarganya terpublikasi secara terbuka. Menurut Ridlwan, hal itu bisa menjadi target empuk bagi agen asing mencuri data.
Baca: Tim Pengawas Intelijen Berpotensi Membahayakan DPR
"Harus dipertanyakan ke DPR, bagaimana mereka bisa menjamin data hasil pengawasan mereka tidak bocor. Ingat, mereka juga tidak disumpah intelijen," ucap Ridlwan.
Menurut Ridlwan, data hasil pengawasan yang diperoleh belum jelas bakal diberikan kepada siapa dan bagaimana mekanismenya. Berbeda dengan intelijen yang hanya wajib melapor kepada user-nya, dalam hal ini presiden. Kebocoran informasi sedikit saja bisa membahayakan keselamatan agen intelijen yang sedang bertugas di lapangan.
"Kalau diminta keterangan oleh pengawas, apakah datanya akan dibuka ke masyarakat? Ini bahaya," ujarnya. Ridlwan menuturkan jangan sampai niat baik memperkuat intelijen justru berbalik menjadi peluang memperlemah intelijen.
Tim Pengawas Intelijen disahkan pimpinan DPR dalam sidang paripurna dua hari lalu. Tim Pengawas Intelijen terdiri atas 14 anggota Komisi Pertahanan DPR, yakni empat pemimpin Komisi Pertahanan dan sepuluh perwakilan setiap fraksi. Tim tersebut diketuai Ketua Komisi Pertahanan Mahfudz Siddiq.
Tim Pengawas Intelijen merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen. Tim itu bekerja jika ada dugaan pelanggaran dalam kerja lembaga intelijen. Undang-Undang Intelijen menyebutkan, jika membocorkan rahasia, anggota tim tersebut bakal diancam hukuman 10 tahun penjara.
EGI ADYATAMA