TEMPO.CO, Depok - Seorang bekas anggota Gerakan Fajar Nusantara, Muhamad Sidik, meyakini mantan Presiden Sukarno sebagai nabi. Menurut Sidik, Sukarno dianggap nabi karena menjadi manusia yang bisa mengejawantahkan perintah Tuhan dengan merumuskan Pancasila.
"Sukarno bukan manusia biasa. Sukarno nabi," kata Sidik di tempat penampungan sementara eks anggota Gafatar di Taman Wiladatika Cibubur, Depok, Rabu, 27 Januari 2016.
Nabi, menurut dia, adalah orang yang menyampaikan kebenaran dan rumusan Pancasila adalah intisari dari Al-Quran. Sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa, contohnya. Esa atau tauhid tersebut, kata dia, bahwa Tuhan tidak ada dua.
"Hari ini masih ada agama Islam, Nasrani, Konghucu, dan segala macam. Kok kesannya Tuhannya berbeda," ucapnya.
Padahal, kata dia, sejak awal, Tuhan hanya ada satu. Bagi anggota Gafatar, Tuhan itu tetap satu dari semua agama. Anggota Gafatar mendefinisikan Tuhan harus ada medianya.
Anggota Gafatar, dia berujar, mengakidahi pemimpin Al Qiyadah Al Islamiah Ahmad Mushadeq sebagai panutan dan guru spiritual. "Beliau yang menjalankan dengan benar, mengaplikasikan bagaimana mengabdikan diri kepada perintah Tuhan yang benar," ujarnya.
Adapun yang dicontohkan Mushadeq dan diikuti semua eks anggota Gafatar ialah sikap tidak mencuri, berzina, membunuh, berdusta, dan sanggup berbudi pekerti luhur. Salah satunya anggota Gafatar tidak ada yang merokok. "Ini yang berbudi pekerti luhur. Lemah lembut," ujarnya.
Selain itu, pria berusia 49 tahun ini juga mengaku sebagai pengikut komunitas Milah Abraham. Soalnya, di dalam Al-Quran juga dijelaskan bahwa manusia mengikuti Nabi Ibrahim. "Hanya satu dari dulu bahwa semuanya Milah Abraham, yakni pengikut nabi yang hanif. yang lurus. Makanya kami menamakan Milah Abraham, ucapnya.
Puji Panuntun, 26 tahun, eks anggota Gafatar lainnya mengaku awal masuk Gafatar didoktrin untuk memaknai Pancasila. Menurut dia, Pancasila merupakan rumusan kehidupan manusia. "Kami mengaplikasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari," ujarnya.