TEMPO.CO, Jakarta - Hasil sigi Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menemukan masih ada kelompok minoritas masyarakat Indonesia yang mendukung gerakan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan menuturkan kelompok kecil ini sangat mudah dicekoki paham radikal ISIS. “Sebab, dalam terorisme, yang mereka butuhkan adalah sedikit orang untuk melakukan aksi sesuai dengan kepentingan mereka,” kata Djayadi dalam pemaparan hasil surveinya, akhir pekan lalu.
Survei dilakukan pada 10-20 Desember 2015, sebelum adanya tragedi ledakan di Jalan M.H. Thamrin. Populasi survei adalah warga Indonesia yang memiliki hak pilih. Dari populasi itu, dipilih secara acak sebanyak 1.220 responden. Responden yang diwawancarai secara valid sebesar 997 orang atau 82 persen untuk kemudian dilakukan analisis. Hasil survei ini memiliki margin of error sekitar 3 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Djayadi berujar, dari hasil itu, ditemukan 4,4 persen responden tak menilai ISIS sebagai ancaman. Bahkan, berdasarkan sigi tersebut, 0,3 persen responden membolehkan ISIS berada di Indonesia.
Kemudian 0,8 persen responden sepakat dengan perjuangan yang dilakukan organisasi pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi tersebut. Kelompok kecil inilah yang kemungkinan diincar jaringan ISIS di Indonesia. “Kurangnya pendidikan dan informasi menyebabkan mereka tidak tahu apa yang dilakukan ISIS,” ucapnya.
Ia juga menilai, jika dilihat dari lokasinya, masyarakat pedesaan tak terlalu merasa terancam oleh ISIS ketimbang warga kota. "Itulah kenapa teroris banyak bersembunyi di desa."
Deputi II Bidang Penindakan Badan Nasional Penanggulangan Teroris Inspektur Jenderal Arief Dharmawan mengakui hal tersebut. Menurut dia, butuh upaya pencegahan atau deradikalisasi. “Tapi masalahnya, proses deradikalisasi ini tidak seperti makan cabai langsung pedas.”
REZA ADITYA | FAIZ NASHRILLAH