TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan penyimpangan di Pelindo II saat proses pengadaan lelang 10 unit mobil crane pada 2012. "Kami menyimpulkan adanya penyimpangan terhadap perundang-undangan," tutur Kepala Biro Humas dan Kerjasama Internasional BPK, Yudi Ramdan Budiman, Senin, 25 Januari 2016.
Yudi mengatakan bahwa BPK menemukan pihak terkait dalam proyek pengadaan mobil crane diduga melakukan penyimpangan. Penyimpangan itu terjadi sejak proses perencanaan, pelelangan, dan pelaksanaan kontrak. Akibatnya terjadi kerugian negara yang cukup banyak.
BPK menemukan penyimpangan setelah melakukan investigasi sejak 13 Desember 2015 hingga 23 Januari 2016. Temuan ini kata dia, telah diserahkan ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Hasilnya akan digunakan sebagai salah satu bukti untuk menjerat tersangka lain.
Yudi mengatakan bahwa investigasi dilakukan sejak kepolisian meminta bantuan untuk mengusut dugaan korupsi di tubuh Pelindo II. Sayangnya Yudi enggan membeberkan hasil temuannya dengan alasan kasusnya dipegang Mabes Polri.
Sebelumnya, Bareskrim telah menetapkan tersangka dalam kasus ini, yakni Direktur Teknik Pelindo II Ferialdi Nurlan. Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Anang Iskandar sebelumnya menyatakan tak menutup kemungkinan ada tersangka lain. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 50 miliar.
Mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II Richard Joost Lino dicurigai terlibat dalam kasus ini. Lino telah menyandang status tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia diduga menyelewengkan dana pengadaan tiga unit quay container crane tahun anggaran 2010.
Lino disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Sampai berita ini diturunkan, belum diperoleh konfirmasi dari pihak RJ Lino maupun kuasa hukumnya.
AVIT HIDAYAT