TEMPO.CO, Brebes - Badan Narkotika Kabupaten (BNK) Brebes, Jawa Tengah, akan menerapkan pendekatan budaya dalam memberantas penyalahgunaan narkoba. Kepala BNK Brebes, Atmo Tan Sidik mengatakan pendekatan budaya yang dimaksud adalah dengan rehabilitasi ala pesantren yang selama ini berkembang di beberapa tempat.
Atmo mengatakan, pendekatan ini berbeda dengan pemberantasan yang dilakukan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso. "Kami menangani pemberantasan narkoba dengan budaya bukan dengan buaya," ujar dia seusai diskusi narkotika di Kecamatan Bumiayu, Brebes Sabtu 23 Januari 2016.
Menurut Atmo, pendekatan dengan buaya akan menimbulkan rasa takut, sedang pendekatan budaya akan menumbuhkan rasa malu. "Rasa malu ini yang jarang dimiliki oleh generasi muda bangsa Indonesia," ujarnya.
Pihaknya akan menerapkan terapi narkoba berbasis komunitas sebagaimana di Pesantren Surya Laya Tasikmalaya, Jawa Barat. Cara yang sama juga dilakukan di YPI Nurul Ichsan Al Islami Desa Karangsari, Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga. "Dua pesantren itu berupaya membantu korban melalui jalur spiritual," katanya. Atmo yakin bisa melakukan hal serupa di wilayahnya.
Di Brebes ada 161 pesantren yang akan digandeng menjadi tempat rehabilitasi pecandu narkoba. "Di Kecamatan Paguyangan ada pesantren yang bisa menyembuhkan pecandu dengan cara seperti itu. Jadi bibitnya sudah ada," katanya.
Brebes merupakan wilayah yang rawan peredaran narkoba, karena berada di perbatasan dan menjadi tempat perlintasan untuk transaksi. "Terutama di Brebes selatan karena wilayah di tengah menjadi penghubung antara Purwokerto dan Tegal," katanya.
Kepala Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Purbalingga, Ajun Komisaris Besar Polisi Edi Santoso, yang juga hadir mengatakan, satu kilogram narkoba, bisa mengakibatkan sekitar 4.000 jiwa melayang. Saat ini BNN baru berhasil menyita 3,2 ton atau 20 persen narkotika yang beredar di Indonesia. "Artinya masih ada ribuan kilogram narkoba yang masih beredar di Indonesia. Ini menjadi tugas kita bersama, bukan hanya BNN," kata dia.
Sementara itu, sastrawan asal Banyumas, Ahmad Tohari, menilai masalah narkoba jauh lebih berbahaya dibanding masalah terorisme. "Korban terorisme itu tak seberapa dibanding korban narkoba," ujar penulis novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk ini yang juga menjadi pembicara.
MUHAMMAD IRSYAM FAIZ