TEMPO.CO, Bangkalan - Kepala Kepolisian Resor Bangkalan, Jawa Timur, Ajun Komisaris Besar Windiyanto Pratomo, mengklaim berhasil memberantas jaringan bandar dan pengedar narkoba di Kampung Rabesen, Desa Parseh, Kecamatan Socah. Kampung itu dikenal sebagai kampung narkoba.
Klaim itu didasarkan pada hasil tangkapan pelaku kejahatan narkoba sejak awal 2015 hingga Januari 2016. Sebanyak 90 persen pelaku kejahatan narkoba yang ditangkap tidak berasal dari Desa Parseh. "Tidak ada lagi kampung narkoba di Bangkalan," katanya, Minggu, 24 Januari 2016.
Menurut dia, keberhasilan itu adalah hasil operasi besar-besaran yang dilakukan di Desa Parseh, baik oleh Polres Bangkalan, Kepolisian Daerah Jawa Timur, maupun Badan Narkotika Nasional. Meski demikian, Windiyanto mengakui pemberantasan narkoba di Desa Parseh tidak bisa dilakukan sampai 100 persen. "Minimal transaksi narkoba tidak sevulgar dan semarak dulu," ucapnya.
Klaim ini diamini KBO Reserse Narkoba Polres Bangkalan Inspektur Satu Eko Siswanto. Hasil pantauan di lapangan, tutur dia, lokasi yang dulu terdeteksi sebagai bilik-bilik narkoba telah berubah menjadi kandang kambing. "Ini hasil pantauan kami. Banyak yang dulunya bilik sekarang menjadi kandang kambing," ujarnya.
Namun keberhasilan memberantas kampung narkoba tersebut justru membuat polisi kerepotan memberantas narkoba. Musababnya, peredaran narkoba kini merata di hampir semua kecamatan. Kondisi ini membuat polisi makin sulit memantau peredaran narkoba, karena wilayah peredarannya kian luas. "Tapi ini bukan alasan. Kami akan tetap memberantas peredaran narkoba," ucapnya.
Data Satuan Reserse Narkoba Polres Bangkalan menyebutkan, sepanjang 2015, polisi berhasil mengungkap 55 kasus narkoba dengan 91 tersangka. Dari 55 kasus itu, polisi berhasil menyita barang bukti sabu seberat 149,9 gram.
Sebagian besar tersangka ditangkap di luar kampung narkoba, yakni di Kecamatan Klampis, Tanah Merah, Kota, Kamal, Sepuluh, Tanjung Bumi, Geger, Kwanyar, dan Labang. "Pelaku yang ditangkap juga bukan 'lulusan' sana (Desa Parseh)," tutur Windiyanto.
MUSTHOFA BISRI