TEMPO.CO, Surabaya - Kejaksaan Negeri Surabaya membantu penyidikan dan penuntutan kasus tragedi Salim Kancil di Lumajang, Jawa Timur. Dalam kasus itu penyidik di Kejaksaan Negeri Lumajang menerima pelimpahan hingga 15 berkas dengan jumlah tersangka seluruhnya 37 orang.
"Kasus ini akan ditangani lima jaksa dari Kejaksaan Negeri Lumajang ditambah dua jaksa dari Kejaksaan Negeri Surabaya," kata Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya Didik Farhan di kantornya, Kamis 21 Januari 2016.
Pelibatan jaksa dari Surabaya juga menyusul adanya Keputusan Mahkamah Agung yang menunjuk Pengadilan Negeri Surabaya untuk memeriksa dan memutus kasus tersebut. Atas dasar surat itu pula Kejaksaan Negeri Lumajang pada hari yang sama sudah mulai mentransfer para tersangka dari Markas Polda Jawa Timur ke Kejaksaan Negeri Surabaya.
Pelimpahan tersangka berlanjut minggu depan. Adapun barang bukti yang juga sudah diserahkan berupa dua alat berat escavator, empat mobil (Evalia, LGX, Ertiga, dan Elf), tiga sepeda motor, batu, cangkul, dan alat strum, serta uang Rp 500 juta.
Dalam keterangannya, Kepala Kejaksaan Negeri Lumajang Gede Nur Mahendra mengatakan, persidangan dilakukan di Surabaya demi keamanan. "Supaya tidak terjadi klaim sehingga mudah membedakan mana penolak tambang dan mana bukan penolak tambang," katanya.
Tragedi Salim Kancil terjadi pada 26 September 2015. Penolakan terhadap praktik tambang pasir liar di desanya, Selok Awar-Awar, berujung pada pengeroyokan terhadap Salim dan Tosan oleh warga lainnya di desa itu.
Salim tewas di jalan dekat makam desa setelah sebelumnya dianiaya di balai desa. Sedangkan Tosan mengalami luka serius serta sempat dirawat dan menjalani operasi di Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar, Kota Malang.
Diantara 37 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka adalah Kepala Desa Hariyono. Dia diduga sebagai otak dari pengeroyokan tersebut selain dijerat pula untuk kasus penambangan liar dan tindak pidana pencucian uang.
Di luar puluhan warga itu, tiga orang anggota polisi juga telah menjalani sidang etik dalam kasus yang sama. Tapi mereka hanya terbukti menerima uang dari praktek penambangan liar itu--sekalipun ada yang menduga penganiayaan di balai desa diketahui anggota polisi dan pengeroyokan terjadi karena polisi setempat tidak menindaklanjuti pengaduan korban yang meminta perlindungan sebelumnya.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH