TEMPO.CO, Makassar - Daftar Pencarian Orang alias buron teroris di Poso terus bertambah. Hal itu disampaikan Kepala Biro Operasional Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Komisaris Besar Herry Nahak, saat ditemui di Markas Komando Daerah Militer VII/Wirabuana di Makassar, Selasa, 19 Januari 2016.
"Data terbaru, DPO bertambah 38 orang. Itu berdasarkan dokumen yang diperoleh saat penemuan kamp teroris pada akhir tahun lalu," katanya.
Herry mengatakan pihaknya berfokus mengejar 38 buron teroris yang diyakini bersembunyi di Pegunungan Poso Pesisir. Herry tidak memerinci jumlah total buron lantaran pendataan secara rinci masih mesti dilakukan.
"Kan ada DPO-DPO sebelumnya. Itu juga belum termasuk kalau ada kurir baru yang mereka rekrut," ujarnya. Kepolisian dan TNI, kata Herry, terus bahu-membahu mengejar kelompok teroris yang dipimpin Santoso.
Perburuan kelompok teroris Poso, menurut Herry, setidaknya melibatkan 2.400 aparat TNI-Polri, terdiri atas 1.500 polisi dan 918 tentara dari Komando Daerah Militer VII/Wirabuana. "Operasi Tinombala dilakukan terhitung 10 Januari sampai 60 hari mendatang. Kami fokus mengejar jaringan teroris Poso," tuturnya.
Disinggung identitas jenazah terduga kelompok teroris yang tewas dalam kontak senjata di Pegunungan Tineba, Jumat, 15 Januari lalu, Herry mengaku masih belum dikenali. Proses identifikasi masih terus dilakukan. Kepolisian sudah mengolah data DNA dan sidik jari pelaku. Namun data pembandingnya belum mencukupi.
Herry mengaku pihaknya tidak bisa berspekulasi mengenai identitas pelaku. "Yang pasti, yang tewas itu jaringan teroris karena terlibat kontak senjata dan ditemukan bom lontong di tubuhnya," katanya.
Wakil Gubernur Sulawesi Tengah Sudarto mengharapkan Operasi Tinombala di Poso berakhir manis dengan meringkus pimpinan kelompok teroris, yakni Santoso. Dengan begitu, situasi dan kondisi kamtibmas di wilayahnya bisa benar-benar kondusif. "Itu sasaran utama. Kalau Santoso sudah ditangkap kan sudah aman dan selesai," katanya.
Menurut Sudarto, sejauh ini operasi penumpasan teroris tidak kunjung mampu menangkap Santoso karena terkendala medan. Luas dan rimbunnya hutan tempat kelompok Santoso bersembunyi menyulitkan aparat TNI-Polri. Selain itu, kelompok Santoso masih mendapatkan bantuan logistik dari masyarakat setempat. Adapun bantuan persenjataan dipasok dari luar daerah yang terus dicoba dideteksi aparat keamanan.
Sudarto menerangkan kelompok Santoso di Poso sebenarnya sudah tidak terlalu banyak. "Paling 20-30 orang," ucapnya. Dengan operasi Tinombala yang terus dilancarkan, pemerintah mengharapkan Santoso dan semua anak buahnya segera ditangkap. Disinggung adanya satu orang yang tewas dalam baku tembak antara aparat keamanan dan kelompok teroris di Poso, Sudarto memastikan bukan Santoso.
"Infonya sudah diidentifikasi, tapi saya belum terima laporan dari polisi. Yang pasti bukan Santoso, melainkan anak buahnya," ujarnya. Kendati Poso diidentikkan sebagai basis kelompok teroris, Sudarto mengatakan situasi dan kamtibmas di wilayahnya sebenarnya tidaklah begitu mencekam. Ia mengklaim pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tengah cukup tinggi. "Di Poso sebenarnya aman-aman saja, kok," kata pria kelahiran Jawa Timur itu.
Panglima Komando Daerah VII/Wirabuana, Mayor Jenderal TNI Agus Surya Bakti, mengatakan pihaknya siap membantu kepolisian dalam Operasi Tinombala. TNI akan berusaha membantu Korps Bhayangkara menangkap Santoso. Meski begitu, keterlibatan TNI sebatas membantu. Adapun tugas pokok penumpasan teroris merupakan domain kepolisian. Untuk menangkal aksi terorisme dan paham radikal, pihaknya menyebar intelijen dan terus melakukan tugas pembinaan kewilayahan.
TRI YARI KURNIAWAN