TEMPO.CO, Jakarta - Mamalia laut dugong atau ikan duyung yang hidup di perairan Kepulauan Riau jumlahnya semakin berkurang dan nyaris punah akibat pencemaran laut yang terjadi di semenanjung Malaka.
"Karena pencemaran polutan, suspensi sedimentasi banyak terjadi, sehingga dugong menjadi payah hidup," kata Kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau Eddiwan melalui sambungan telepon di Batam, Senin, 18 Januari 2016. Ia mengatakan saat ini hewan menyusui itu sudah termasuk apendiks 1 kategori satwa langka.
Dugong hidup di daerah seagrass, atau perairan dengan padang rumput, karena memang hewan berukuran besar itu pemakan rumput. Di Kepulauan Riau, sejumlah lokasi menjadi habitat dugong, di antaranya di sejumlah perairan Bintan, Batam, dan Lingga.
"Sekarang daerah itu terganggu akibat aktivitas laut, pencemaran, eksploitasi, pengambilan timah, dan bauksit yang membuat habitat dugong tercemar," ujar Eddiwan. "Ada limbah minyak di sebelah sebagai dampak pengeboran di bagian utara, ada juga sandblasting di dekat Singapura. Itu mempengaruhi betul."
Akibat berbagai pencemaran di tempat tinggalnya, dugong berenang ke luar habitat sampai tersasar ke perairan dan terdampar di pantai. Pekan lalu saja, seekor duyung betina sepanjang 2,5 meter ditemukan terdampar di perairan Nongsa, Batam.
"Biasanya, kalau berenang ke luar habitat, mereka akan kembali lagi ke tempatnya. Tapi sekarang ini sudah rusak," tutur Eddiwan.
Ia mengakui pemerintah masih kurang bekerja dalam pelestarian dugong dan hewan langka lainnya. Sampai saat ini pemerintah masih mendata jumlah dugong yang hidup di perairan Kepulauan Riau. "Konservasi tidak kencang, kurang maksimal. Ini karena pemanfaatan ruang laut kelewat tinggi, sehingga satwa terganggu," ucap Eddiwan.