TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menganggap lebih penting menerapkan Undang-Undang Terorisme secara efektif daripada merevisinya. Kalla juga menekankan pentingnya peningkatan kinerja intelijen dalam mendeteksi dini aksi teror.
"Berapa pun undang-undang yang kita buat, kalau kita tidak bekerja efektif, ya sama saja," katanya di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin, 18 Januari 2016.
Kalla menyatakan serangan bom dan penembakan di kawasan Sarinah beberapa waktu lalu bukan sepenuhnya kesalahan undang-undang. Namun ia juga memuji kinerja kepolisian dan TNI yang secara umum sudah baik ketika menghalau aksi teror di Sarinah.
Seusai teror di Thamrin, Jakarta Pusat, pekan lalu, Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso menyatakan sudah mendeteksi upaya teror itu sejak akhir tahun. Namun penjagaan yang ketat membuat para teroris yang dicurigai menggeser waktu aksinya menjadi 9 Januari. Namun aksi teror itu kembali mundur dan terlaksana pada pekan lalu.
Meski memuat kewenangan menyadap, Sutiyoso menganggap, aturan undang-undang yang tak memberi kewenangan penangkapan menyebabkan intelijen kesulitan menangani teroris. Intelijen, meski mengendus rencana teror, tak bisa memastikan eksekusinya.
Kalla mengatakan penerapan undang-undang yang efektif dan peningkatan kinerja intelijen juga perlu dibarengi upaya deradikalisasi. Cara ini dianggap bisa mengurangi kegiatan terorisme. Pemerintah, kata dia, akan mengintensifkan kerja sama dengan organisasi keagamaan, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Organisasi tersebut diharapkan gencar memberi pemahaman tentang Islam.
Kalla juga menolak usul pembuatan penjara khusus bagi teroris. Dia khawatir para teroris justru membuat sindikat baru. "Nanti bakal jadi ‘universitas teroris’ kalau seperti itu," tuturnya.
Apalagi, sebelumnya, ada penjara yang separuhnya diisi narapidana narkotik. Bukannya berkurang, para terpidana kembali dipenjara akibat kasus yang sama setelah lepas dari bui.
FAIZ NASHRILLAH