TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan mantan narapidana kasus terorisme disinyalir berencana pergi ke Suriah. Juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Irfan Idris, mengatakan kepergian mantan napi tersebut bertujuan mendukung gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). "Ada ratusan yang berencana bergabung dengan ISIS," ujarnya, Senin, 18 Januari 2016.
Irfan menjelaskan, pergerakan mantan narapidana itu saat ini dalam radar pemantauan BNPT. Mereka berasal dari berbagai kelompok, seperti jaringan Aceh dan Poso. BNPT dan kepolisian bahkan telah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi mencegah niat mereka berangkat ke Irak ataupun Suriah. "Para narapidana ini bebas dari tahanan tahun lalu," katanya.
Irfan mengakui sanksi badan dan upaya deradikalisasi selama ini tak serta-merta mengubah kesadaran mantan napi untuk meninggalkan gerakan radikal. Banyak di antara mereka terjerumus kembali mendukung gerakan tersebut, baik karena alasan ekonomi maupun ideologi. "Tidak sedikit yang ingin mengubah ideologi Pancasila," ujarnya.
Juru bicara Direktorat Jenderal Imigrasi, Heru Santosa Ananta Yudha, mengatakan ratusan nama yang terpantau saat ini masuk daftar cekal. Informasi itu telah disebar ke seluruh petugas yang menjaga pintu imigrasi, baik di bandar udara maupun pelabuhan. "Kami berkewajiban melaporkan pergerakan mereka jika berada di pintu imigrasi," tuturnya.
Selain mantan napi itu, perintah cekal diajukan polisi kepada ratusan warga negara Indonesia yang berencana pergi ke Irak dan Suriah. Begitu pun 80 WNI yang dideteksi sudah bergabung dengan kombatan ISIS. Hingga saat ini, kata Heru, sedikitnya terdapat 308 nama yang masuk daftar cekal.
Pergerakan mantan napi kasus terorisme dijadikan fokus setelah kasus bom di kawasan Sarinah, Kamis, 14 Januari 2016. Afif, salah satu pelaku, merupakan mantan napi kasus pelatihan di Aceh. Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti mengatakan permohonan cekal diajukan untuk mengantisipasi potensi gangguan keamanan di Indonesia.
RIKY FERDIANTO