TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi membacakan 40 putusan tentang perselisihan hasil pilkada serentak pada Desember lalu. Sebanyak 35 gugatan ditolak MK. "Permohonan pemohon telah melewati tenggang waktu dari pengajuan yang ditentukan peraturan perundang-undangan," ujar ketua hakim MK, Arief Hidayat, ketika membacakan kesimpulan putusan, Senin, 18 Januari 2016.
Arief melanjutkan, satu gugatan ditolak dengan alasan tidak memiliki kekuatan hukum tetap, yakni dari daerah Tasikmalaya, Jawa Barat. Sedangkan 34 daerah lain ditolak dengan alasan keterlambatan pengajuan pendaftaran gugatan dan melanggar Pasal 157 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.
Dalam Pasal 157 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 disebutkan bahwa batas waktu pengajuan permohonan adalah 3 x 24 jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan oleh Komisi Pemilihan Umum setempat.
Adapun daerah-daerah yang ditolak gugatannya adalah Kabupaten Nabire, Kabupaten Dompu, Kabupaten Tidore Kepulauan, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Asmat, Kabupaten Melawi, Kabupaten Sekadau , Kabupaten Gresik, Kabupaten Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Pasaman, Kota Tomohon, Kabupaten Gowa, Kabupaten Selayar, Kabupaten Pohuwato, dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Berikutnya ada Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Siak, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Poso, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Buru Selatan, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Mamuju Utara, Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Banggai Laut, Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Sumba Timur, dan Kabupaten Maluku Barat Daya.
Sedangkan lima daerah lain dikabulkan permohonan gugatannya oleh MK. Daerah-daerah tersebut adalah Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Pesisir Barat.
Menanggapi banyaknya permohonan yang ditolak, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menilai itu merupakan persyaratan formal dan MK bersifat non-diskriminatif terhadap semua pemohon. "Saya kira MK konsisten dengan aturan yang lama berlaku," kata Titi, seperti dikutip dari Antara.
Menurut Titi, tenggat berbeda dengan syarat selisih yang mengandung nilai diskriminasi kepada pasangan calon. Hal itu semestinya dipahami pasangan calon yang mengajukan keberatan ke MK sejak awal.
BAGUS PRASETIYO