TEMPO.CO, Jakarta - Deputi II Bidang Penindakan Badan Nasional Penanggulangan Teroris Inspektur Jenderal Arief Darmawan mengatakan dia tak sependapat jika deradikalisasi yang dilakukan pihaknya dianggap tak efektif. "Bukan tak efektif, hanya hasilnya kurang maksimal," kata Arief saat ditemui di daerah Cikini, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 16 Januari 2016.
Arief kemudian menjelaskan, meski upaya-upaya deradikalisasi dilakukan dan terlihat bahwa para napi teroris itu mulai ingin mengubah pandangannya menjadi tak lagi radikal, tetap saja tak bisa diketahui isi hati mereka yang sebenarnya. "Ibaratnya lain di bibir, lain di hati."
Simak: Penjara Khusus Teroris untuk Deradikalisasi Napi
Ia juga mengatakan bahwa deradikalisasi adalah sebuah proses yang membutuhkan waktu, dana, serta partisipasi aktif dari seluruh komponen masyarakat untuk melakukannya. Ia juga merasa tak setuju jika pemerintah disebut kecolongan dalam teror ini.
Hal ini dia katakan karena ternyata pelaku teror adalah para residivis yang pernah ditangkap karena kasus serupa sebelumnya. "Sekarang maling ayam, apakah dia bisa nyolong lagi? Bisa saja, kan?" ia menuturkan.
Ia menyatakan, yang ia ketahui, dari sekitar 600 orang yang ditangkap, pasti akan ada saja yang kembali ke jaringan terorisme setelah keluar dari tahanan. "Sebanyak 10-15 persen dari mereka itu pasti akan kembali ke kelompoknya."
Simak: Empat Kelebihan Ini Membuat Bahrun Naim Dianggap Berbahaya
Bagi Arief, pihaknya sudah bersiaga sepanjang tahun untuk mengatasi teror. Hal ini, menurut dia, bisa terlihat dari penangkapan-penangkapan yang dilakukan pada Desember silam. "Kemarin terjadi karena ada kelengahan kecil yang enggak bisa ditutup," ujarnya.
DIKO OKTARA