TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Empat Lawang nonaktif Budi Antoni Aljufri dan istrinya, Suzana Budi Antoni, masing-masing divonis 4 tahun dan 2 tahun penjara. Keduanya didenda Rp 150 juta dengan subsider 2 bulan kurungan.
"Kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan memberikan keterangan yang tidak benar," kata Ketua Majelis Hakim Muhammad Muchlis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Kamis, 14 Januari 2016.
Vonis yang dijatuhkan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa. Budi sebelumnya dituntut 6 tahun dan 4 bulan penjara dengan denda Rp 200 juta dan subsider 2 bulan. Sedangkan Suzana dituntut 4 tahun kurungan dengan denda yang sama.
Hakim Muchlis mengatakan hak yang meringankan putusan adalah keduanya merupakan korban. Pasangan suami-istri itu juga masih memiliki tiga orang anak yang masih kecil.
Kasus yang menjerat Budi Antoni dan Suzana berawal dari kekalahan Budi dalam pemilihan Bupati Empat Lawang periode 2013-2018. Saat itu, Budi dan pasangannya, Syahril Hanafiah, memperoleh 62.975 suara. Sedangkan pasangan nomor urut 2, Joncik Muhammad dan Ali Halimi, memperoleh 63.527 suara.
Tak terima dengan hasil tersebut, Budi mengajukan permohonan keberatan kepada Mahkamah Konstitusi. Ia mengajak istrinya ke Jakarta bersamanya. Pasangan suami-istri tersebut kemudian dihubungi oleh Muhtar Ependy, anak buah Hakim Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Muhtar menawarkan bantuan menghadapi sengketa di MK dengan bayaran sepuluh pempek atau Rp 10 miliar.
Budi pun menyanggupi tawaran tersebut. Ia menugaskan Suzana untuk mengantar uang tersebut kepada Wakil Pemimpin Bank Kalbar PT BPD Kalbar Cabang Jakarta untuk disimpan sebelum diserahkan kepada Akil. Atas pemberian tersebut, Akil menjatuhkan putusan sela untuk melakukan penghitungan ulang kotak suara di 38 tempat pemungutan suara di Kecamatan Muara Pinang.
Sebelum menerbitkan putusan final atas sengketa tersebut, Akil kembali minta tambahan uang senilai Rp 5 miliar. Budi memenuhi permintaan tersebut dengan memberikan uang dalam bentuk US$ 500 ribu.
Akil, yang mengetuai panel hakim MK, lantas memutuskan membatalkan berita acara rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilu Kabupaten Empat Lawang. Pasangan Budi dan Syahril dinyatakan menang 63.027 suara mengungguli Joncik dan Ali, yang suaranya berkurang menjadi 62.051.
Selain menyuap Akil, Budi dan Suzana terbukti memberikan keterangan palsu dalam persidangan. Saat bersaksi di bawah sumpah dalam sidang Akil Mochtar pada 2014, baik Budi maupun Suzana menyatakan tak mengenal Muhtar Ependy. Mereka juga berbohong dengan mengatakan tidak pernah menyuap Akil.
Mereka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang RI tentang Pemberantasan Tindak Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Atas kesaksian palsu, mereka dijerat dengan Pasal 22 juncto Pasal 35 beleid yang sama.
Atas putusan tersebut, terpidana dan tim kuasa hukumnya belum menyatakan banding. "Tergantung jaksa," kata pengacara Gunawan Nanung seusai sidang. Terkait dengan putusan di bawah batas minimal, Gunawan mengatakan hal tersebut merupakan kuasa hakim. "Itu kan putusan hakim," katanya.
VINDRY FLORENTIN