TEMPO.CO, Boyolali - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengaku pernah beraudiensi dengan pengurus organisasi Gerakan Fajar Nusantara atau Gafatar. “Iya, pernah. Tapi saya lupa kapan itu karena sudah cukup lama,” kata Ganjar saat ditemui di sela kunjungannya di RSUD Pandan Arang Kabupaten Boyolali pada Rabu, 13 Januari 2016.
Dalam pertemuan itu, Ganjar mengatakan, pengurus Gafatar hanya menyampaikan hal ihwal kepengurusan organisasinya. Namun, Ganjar mengaku sempat curiga ketika perbincangan mulai membahas ihwal program kerja Gafatar. “Agak aneh sih programnya, semacam menerjemahkan ulang Pancasila,” kata Ganjar.
Baca Juga:
Dari beratnya tema diskusi dalam pertemuan itu, Ganjar sempat menduga sejumlah pengurus Gafatar itu bergelar akademik dari luar negeri. “Saya pikir Ph.D (Doctor of Philosophy) dari mana, ternyata sarjana ekonomi. Sekolahnya di mana lupa saya,” kata Ganjar. Kesal dengan obrolan yang terlalu mengawang, Ganjar saat itu mengaku menegur dengan suara tinggi.
“Saya sampaikan dengan keras, nggak usah aneh-aneh Mas. Sampeyan ngopo ngunu kui (Anda kenapa begitu), lha wong yang doktor saja belum tentu oke,” kata Ganjar. Ganjar kemudian berpesan agar Gafatar tidak mengurusi hal ihwal ideologis.
“Saya ngomong gini, sudahlah jangan urusan yang ideologis-ideologis gitu. Jangan bicara yang sesat-sesat. Dengan Ahmad Musadeq anda apanya? Langsung semuanya diam,” kata Ganjar. Jika memang Gafatar ingin berguna bagi masyarakat, Ganjar menantang mereka untuk melakukan aksi bersih-bersih lingkungan.
Ganjar menambahkan, Gafatar di Jawa Tengah memiliki akta notaris namun sudah tidak mengantongi Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Sebab, SKT yang pernah diajukan Gafatar masa berlakunya telah habis pada 2014 dan hingga kini belum diperpanjang.
“Kalau alirannya tidak masuk akal dalam konteks bernegara, berbangsa, dan beragama, langsung saja, kami punya daya kontrol. Tolong, kalau menemukan hal yang serupa, laporkan pada kami. Kita sudah siap-siap dengan TNI, Polri, intelijen, dan teman-teman di kabupaten/kota untuk mengawasi,” kata Ganjar.
Menurut Kepala Dusun II Desa Ketitang, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali, Samadi, organisasi Gafatar belum pernah menyelenggarakan kegiatan apapun di wilayahnya. “Mereka (Eko Purnomo, Bentar Setiarto, dan Krisma Fitri Arta) itu seperti anak muda pada umumnya. Bahkan, mereka bisa dibilang lebih unggul. Tapi mereka tidak pernah macam-macam,” kata Samadi.
Eko, Bentar, dan Krisma adalah anak dari pasangan Sularto, 54 tahun, dan Sakimah, 51 tahun, warga setempat. Eko dan istrinya, Veni Orinanda, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus hilangnya dokter Rica Tri Handayani karena diduga ikut hijrah atau eksodus organisasi Gafatar.
DINDA LEO LISTY