TEMPO.CO, Bangkalan - Penggiat antikorupsi yang pernah menjadi korban penembakan di Bangkalan, Jawa Timur, Mathur Husyairi, mengaku pernah dirayu untuk memimpin organisasi masyarakat Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) daerah setempat. Namun Mathur mengaku menolaknya.
"Peristiwanya 2014 lalu. Mereka dua kali ke rumah saya," kata Direktur LSM Cide itu, Rabu 13 Januari 2016.
Pertemuan pertama, Mathur menuturkan, jumlah anggota Gafatar yang menemuinya berjumlah 10 orang. Rombongan yang datang menumpang dua mobil itu disebutnya menawari jabatan Ketua Gafatar Bangkalan. Dia diimingi seluruh aktivitas Cide di bidang pencegahan korupsi akan dibackup oleh Gafatar.
"Saya bilang waktu itu, apakah mereka serius mau membackup kami karena sudah banyak kejadian aktivis Bangkalan dibacok bahkan saya ditembak," ujar dia.
Mathur mengaku merasa aneh dengan ormas itu yang memilih mendekati penggiat anti korupsi sementara mereka menyatakan organisasinya bergerak di bidang sosial. "Mereka juga punya majalah, isinya aktivitas di bidang sosial, mulai dari bersih lingkungan dan donor darah," katanya memaparkan.
Setelah pertemuan pertama, sebulan kemudian sebanyak lima pengurus Gafatar kembali mendatanginya untuk memastikan kesediaan jadi pengurus. "Saya menolak karena memang ada gelagat aneh dari Gafatar," kata dia lagi.
Fahrillah, seorang pengacara di Bangkalan, juga mengaku pernah diajak bertemu oleh pengurus Gafatar. "Penampilan mereka rapi, menarik, muda dan berpendidikan tinggi," kata dia.
Sama dengan Mathur, Fahri juga ditawari bergabung. Gafatar diperkenalkan sebagai organisasi sosial. "Sekali-sekali mereka juga membahas tentang ketuhanan, saat itulah saya sadar ada yang tidak beres," kata dia.
MUSTHOFA BISRI