TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly mengatakan, berdasarkan putusan Mahkamah Agung, seharusnya kementeriannya mengeluarkan surat keputusan kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan hasil Muktamar Jakarta pimpinan Djan Faridz. Namun dia mengaku dilarang Mahkamah PPP menerbitkan SK itu.
"Isinya khusus mengatakan agar Kemenkumham jangan dulu keluarkan SK pengesahan karena mereka ingin islah," ujarnya di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 13 Januari 2016.
Yasonna tak menyebutkan anggota Mahkamah PPP yang melarangnya. Mahkamah PPP sendiri diketuai Chozin Chumaidy. Menurut Yasonna, konflik PPP sebaiknya diselesaikan secara kekeluargaan. Sebab, jika melalui jalur hukum, hal itu akan membuat konflik lebih dalam di antara kedua kubu. "Para tokoh sesepuh PPP dan Presiden juga mendorong hal itu," katanya.
Namun Yasonna mengaku tetap meminta kubu Djan Faridz melengkapi dokumen dan surat agar bisa mendapatkan SK kepengurusan. Dokumen itu di antaranya surat dari Mahkamah Partai, dokumen muktamar, surat mandat, dan berita acara. "Semua partai juga melakukan itu," tuturnya.
Kemarin, kubu M. Romahurmuziy dan Djan Faridz dipanggil Presiden Joko Widodo ke Istana. Seusai pertemuan, kubu Rommy menyatakan kesediaannya untuk islah selambat-lambatnya 27 hari lagi. Namun Kubu Djan menolaknya.
Menurut Djan Faridz, dalam pertemuan dengan Presiden, ia sudah melaporkan putusan Mahkamah Agung ihwal pembatalan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM serta pengesahan Muktamar Jakarta. Dengan demikian, kepengurusan yang sah, kata Faridz, adalah pengurus yang diresmikan dalam Munas Jakarta.
TIKA PRIMANDARI