TEMPO.CO, Jakarta - Dua kubu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang berseteru, kubu Romahurmuziy dan kubu Djan Faridz, menemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka. Kedua kubu menemui Jokowi secara bergantian pada Selasa, 12 Januari 2016, sore. Seusai pertemuan, kedua kubu masih menunjukkan perbedaan.
Wakil Ketua Umum PPP kubu Romahurmuziy atau Muktamar Surabaya, Emron Pangkapi, mengatakan para pengurus menyampaikan kepada Presiden Jokowi mengenai dibutuhkannya sebuah muktamar islah sebagai solusi konflik partai yang berkepanjangan.
"Mengapa dilakukan muktamar islah? Dalam 1,5 tahun ini, PPP mengalami berbagai konflik internal yang tidak menguntungkan," katanya setelah menemui Presiden di Istana Merdeka.
Berdasarkan rapat pada Senin, 11 Januari 2016, malam, kata Emron, disepakati bahwa empat Wakil Ketua Umum PPP, yaitu Suharso Monoarfa, Lukman Hakim, Azrul Azwar, dan Emron, akan menjadi pelaksana tugas Ketua Umum PPP dengan tugas pokok menyelenggarakan muktamar islah.
"Pesertanya, seluruh kader partai Muktamar Surabaya dan Muktamar Jakarta," tuturnya. Emron mengatakan muktamar diselenggarakan selambat-lambatnya 2 x 14 hari terhitung hari ini.
Ditemui secara terpisah, Ketua Umum PPP versi Muktamar Jakarta, Djan Faridz, menolak penyelenggaraan muktamar islah. Menurut dia, dalam pertemuan dengan Presiden, sudah dilaporkan mengenai putusan Mahkamah Agung ihwal pembatalan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia serta pengesahan Muktamar Jakarta. Dengan demikian, kepengurusan yang sah, kata Faridz, adalah pengurus yang diresmikan dalam Munas Jakarta.
"Insya Allah, sebelum 15 Januari, Menkumham berjanji mengeluarkan SK Pengesahan Muktamar Jakarta," ucapnya. Belum diperoleh konfirmasi soal ini dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
ANANDA TERESIA