TEMPO.CO, Yogyakarta - Sebelum dinobatkan untuk menggantikan ayahnya, Paku Alam IX, menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Aryo Adipati (KGPAA) Paku Alam X pada hari ini, 7 Januari 2016, Raden Mas Wijoseno Hario Bimo telah diangkat menjadi pangeran pati pada 31 Januari 2012.
Pengangkatannya sebagai putra mahkota itu bertepatan dengan peringatan tingalan dalem atau ulang tahun ke-76 Paku Alam IX di Bangsal Sewatama Kadipaten Pakualaman. Setelah menjadi pangeran pati, Wijoseno kemudian bergelar Kanjeng Bendara Pangeran Haryo (KBPH) Prabu Suryodilogo.
Menurut siaran pers yang diterima Tempo saat konferensi pers di Pakualaman pada 4 Januari 2016, ada peristiwa berkesan yang paling diingat Suryodilogo hingga sekarang. Sekitar tahun 2012, Paku Alam IX yang wafat pada 21 November 2015 mengajaknya diskusi. "Akan berjalan ke manakah Kadipaten Pakualaman ini?" tanya Paku Alam IX saat itu.
Suryodilogo memahami pertanyaan itu sebagai perintah untuk turut memikirkan keberlangsungan Kadipaten Pakualaman sebagai pemangku kebudayaan. Dalam pikirannya, Kadipaten akan tetap lestari melalui kebersamaan berbagai pihak, dari yang memiliki jabatan tertinggi sampai abdi dalem.
Meski tidak menjawab pertanyaan ayahnya secara panjang-lebar, Suryodilogo berjanji akan melakukan hal-hal kecil yang konkret untuk Kadipaten tanpa harus menjadikannya sebagai konsumsi publik. Walau tidak berarti Kadipaten Pakualaman menutup diri dari masyarakat. Kadipaten akan membuka diri dan memfasilitasi kegiatan kebudayaan dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Tekad itu mendasari tema jumenengan dan rencana kerja Paku Alam X.
PITO AGUSTIN RUDIANA