TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo masih mempunyai sejumlah pekerjaan rumah di bidang politik yang harus dituntaskan agar stabilitas politik pemerintah terjaga. Direktur Utama Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan salah satu pekerjaan rumah itu adalah hubungan Presiden dengan parlemen. Meski tahun ini diprediksi stabil, Yunarto mengatakan koalisi pemerintah tidak akan memaksakan kehendak untuk merebut posisi pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dengan mengajukan revisi UU MD3.
"Saat ini, koalisi cenderung lebih cair meski ada permintaan dari PDI Perjuangan untuk melakukan revisi UU MD3 dan ingin mengocok ulang pimpinan DPR, tapi itu tidak mewakili keinginan partai koalisi pemerintah," kata Yunarto, Minggu, 3 Januari 2016.
Yunarto mengatakan koalisi pemerintah sadar jika hanya mementingkan posisi pimpinan Dewan, akan mengakibatkan kegaduhan politik. Lagi pula, kata dia, koalisi partai pemerintah tidak sepenuhnya sependapat untuk melakukan revisi UU MD3.
"Itu artinya dinamika antara pemerintah dan parlemen dalam perebutan posisi pimpinan Dewan tidak akan terjadi karena koalisi pemerintah akan berjalan labil," katanya.
Yunarto mengatakan pekerjaan rumah lainnya yang bisa mengancam pemerintahan Presiden Joko Widodo di tahun baru ini adalah semakin banyaknya rongrongan dari PDI Perjuangan. Dia mengatakan indikasinya sudah terlihat pada saat hasil rekomendasi panitia khusus (Pansus) Pelindo yang meminta Menteri BUMN Rini Soemarno dicopot dari jabatannya.
"Diprediksi dalam waktu dekat, PDI Perjuangan juga akan mempengaruhi Jokowi lagi dalam bentuk yang lain," katanya. "Karena ini baru pertama kali Presiden mendapat intervensi dari partai pengusungnya." Yunarto mengatakan rongrongan PDI Perjuangan di pemerintahan itu merupakan pekerjaan rumah yang harus dibenahi Presiden Joko Widodo.
Yunarto juga melihat masalah kepengurusan Golkar akan menjadi angin segar bagi pemerintahan Jokowi. Dia memprediksi jika partai Golkar menggelar Munas pada tahun 2016, akan ada orang baru sebagai pimpinan di luar Aburizal Bakrie yang diduga akan merapat ke kubu pemerintah.
"Pertarungan di Golkar menentukan koalisi Jokowi. Katakanlah kalau kepengurusan Golkar saat ini Munas Bali, menurut saya situasinya akan lebih menimbulkan konflik dibandingkan kalau mereka akan menggelar Munas 2016," kata Yunarto. "Itu akan membuka peluang ramah kepada pemerintah. Pasca-Munas biasanya Golkar akan ramah dengan pemerintah."
Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS), Philips Vermonte, bahkan menyebut ada tiga pokok pekerjaan rumah di bidang politik yang harus diselesaikan Presiden Joko Widodo. Pertama, kata dia, Jokowi harus memperbaiki hubungan antara legislatif dan eksekutif. Kedua, Jokowi harus bisa mendamaikan dua sengketa di kepengurusan Golkar dan PPP. Terakhir, Jokowi harus bisa kembali menumbuhkan kepercayaan kepada publik dan lepas dari intervensi partai pengusung koalisi pemerintah.
Philips mengatakan pekerjaan rumah pertama yang harus dilakukan Jokowi bisa dilakukan dengan cara melakukan lobi politik tingkat elite di parlemen. Menurut dia, hubungan antara parlemen dan eksekutif setahun belakangan ini cukup gaduh lantaran masih ada dikotomi koalisi partai. Belum lagi terakhir adanya usul untuk merevisi UU MD3 guna mengocok ulang pimpinan DPR setelah Setya Novanto mundur dari jabatannya.
Kemudian pekerjaan rumah yang kedua harus dilakukan Jokowi lantaran kedua partai itu memiliki andil besar menopang pemerintah. Apalagi, kedua partai itu merupakan partai besar. "Kontribusi politiknya juga harus signifikan," katanya.
Pekerjaan rumah yang ketiga, kata Philips, Jokowi harus bisa membuktikan kepada masyarakat bahwa dia terlepas dari pengaruh koalisi partai pengusungnya dalam mengambil kebijakan. "Ancaman ini serius karena masyarakat semakin melihat bahwa segala kebijakan Jokowi tak didasari sendiri, tetapi ada pengaruh partai politik. Makanya ini yang harus segera diperbaiki."
REZA ADITYA