TEMPO.CO, Bandung - Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengatakan, pemerintah provinsi menunda pemberian izin eksplorasi bagi usaha pertambangan menunggu kepastian payung hukum pengutipan dana reklamasi. “Ini sedang kami cari kepastiannya, makanya sementara ini yang eksploitasi tadi ditangguhkan dulu sementara oleh Gubernur Jawa Barat," kata dia di sela sidak di Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Jawa Barat di Bandung, Senin, 4 Januari 2016.
Deddy mengatakan, saat ini kewenangan pemberian izin pertambangan yang asalnya ditangan kabupaten/kota sudah diserahkan pada pemerintah provinsi. Penerbitan izin pertambangan itu kini ditangani BPMPT. “Soal dana reklamasi ini tinggal masalah teknis, dimana diletakkanya, di aturnya dimana,” kata dia.
Menurut Deddy, dana reklamasi itu untuk menjadi jaminan pelaku usaha tambang melakukan proses reklamasi wilayah tambangnya setelah izinnya berakhir. Pemenuhan dana reklamasi ini misalnya, menjadi persyaratan wajib bagi pemegang izin usaha tambang untuk meminta perpanjangan. “Kalau diperpanjangan kami lihat apakah reklamasi dijalankan atau tidak. Kalau tidak maka tak kami perpanjang,” kata dia.
Sebelumnya peralihan kewenangan pemerintah provinsi, dana reklamasi ini dikelola pemerintah kabupaten/kota yang memberikan izin tambang. Dalam peralihan kewenangan perizinan ini belum tegas mengatur soal dana reklamasi itu. “Dana reklamasi ini ditaruhnya dimana, kalau kami yang mengambil nanti keliru. Disangkanya mungut gak jelas,” kata dia.
Deddy mengatakan, idealnya dana reklamasi itu dikeloal pemerintah provinsi sebagai wakil pemerintah pusat yang diserahi kewenangan memberikan izin pertambangan. “Nanti reklamasinya itu berkoordinasi dengna kabupaten/kota itu lain hal. Tapi nyimpan uangnya itu lain hal. Kalau dulu ada aturannya yang jelas,” kata dia.
Pemerintah provinsi juga tengah mengusulkan Rancangan Revisi Peraturan Daerah tentang Pertambangan mengikuti perubahan kewenangan perizinan itu. Salah satunya, izin tambang dalam Perda lama diteken oleh gubernur, dalam revisinya diteken cukup oleh Kepala BPMPT. “Rupanya tidak perlu gubernur, cukup Kepala BPMPT, jadi kalau ada kekeliruan di belakang hari tinggal dicabut oleh gubernur. Sekarang kalau gubernur yang tanda-tangan, yang nyabut siapa kalau terjadi penyimpangan pengelolaan?” kata Deddy.
Menurut Deddy, pemerintah provinsi menjamin tidak akan mempersulit pemberian izin tambang selama pemohonnya memenuhi semua persyaratan. Saat ini, klaimnya sudah ada permohon yang meminta izin tambang lewat BPMPT. “Sudah ada yang mengajukan, ada yang eksplorasi, ada juga yagn perpanjangan, dan ada yang baru sebatas eksplotasi,” kata dia.
Menurut Deddy, hingga saat ini masiha ada kabupaten/kota yang menyerahkan daftar izin tambang yang sudah diterbitkannya. “Sampai sekarang. Makanya kita kerjasama dengan KPK (Komisi Pemberatasan Korupsi), ada apa ini sebenarnya?” kata dia.
Saat ini BPMPT Jawa Barat menjadi tempat satu-satunya yang mengurusi permohonan semua izin yang diterbitkan pemerintah provinsi. Deddy mengatakan, sepanjang 2015 pemohon izin menurun. “Tahun 2014 ada 35 ribu pemohon, tahun 2015 hanya 21 ribu pemohon, menurun,” kata dia. Penurunan itu salah satunya disebabkan berubahnya sejumlah aturan.
Sekretaris BPMPT Setiabudi mengatakan, seluruhnya ada 261 jenis izin yang dilayani oleh lembaganya. Pemohon terbanyak selama ini menyangkut izin perhubungan, diantaranya izin trayek. “Sekarang aturannya berubah, yang mengajukan izin itu harus dalam bentuk badan usaha. Tidak bisa lagi perseorangan,” kata dia di Bandung, Senin, 4 Januari 2016.
Menurut Setiabudi, tahun ini ada sederet izin baru yang dilayani akbiat perubahan sejumlah kewenangan seperti izin tambang. “Ini sudah mulai berjalan,” kata dia.
Dia membenarkan, pengajuan izin eksplorasi usaha tambang masih ditahan menunggu kepastian soal dana reklamasi. “Kita mensyaratkan dana reklamasi karena khawatirnya masalah pertambangan itu merusak lingkungan, jadi harus ada jaminan,” kata Setiabudi.
AHMAD FIKRI