TEMPO.CO, Jombang - Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, KH Salahudin Wahid alias Gus Solah, mengungkit konflik yang terjadi dalam Muktamar Nahdlatul Ulama ke-26 pada Agustus lalu. Dia, yang sempat digadang-gadang menjadi Ketua Umum PBNU, menuduh kelompok KH Said Akil—yang terpilih kedua kalinya menjadi Ketua Umum PBNU—curang dan mengkhianati ajaran pendiri organisasi itu.
“Mbah Hasyim meminta para santrinya berkhidmat kepada NU, mengabdi kepada NU, untuk memberikan manfaat kepada NU, bukan mengambil manfaat dari NU,” kata Gus Solah dalam acara haul enam tahun wafatnya Presiden Indonesia keempat KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Sabtu malam, 26 Desember 2015.
Menurut dia, trio pendiri NU, seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Hasbulloh, dan KH Bisri Syansuri, selalu mengajarkan kejujuran dan keikhlasan. Pun Gus Dur, yang merupakan bekas Ketua Umum NU, kata dia, telah menciptakan kepemimpinan yang pandai. Gus Solah menganggap keteladanan seperti itu tidak terlihat sekarang.
“Terbukti kurang pandai memberikan manfaat kepada NU, tapi pandai sekali mengambil manfaat dari NU untuk kepentingan diri dan kelompoknya, sehingga terjadilah hal-hal yang tidak kita inginkan dalam muktamar terakhir,” ujarnya.
Bahkan Gus Solah memohon doa agar mereka yang hanya memanfaatkan NU untuk kepentingan pribadi dan kelompok segera memperbaiki diri. “Semoga mereka yang jadi ini oleh Allah dibukakan hatinya untuk menyadari kesalahan dan memperbaiki dirinya,” tuturnya.
Haul Gus Dur tahun ini dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla. Hanya sedikit pejabat, tokoh, dan politikus nasional yang hadir. Mereka antara lain Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf; politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Romahurmuzy; dan bekas Menteri Luar Negeri era Presiden Abdurrahman Wahid yang juga bekas petinggi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Alwi Shihab.
ISHOMUDDIN