TEMPO.CO, Bekasi - Satu dari dua terduga teroris yang ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, di Kota Bekasi, Jawa Barat, Arif Hidayatulloh, 31 tahun, semula dikenal warga sebagai ustad. Namun, sejak dua tahun lalu terjadi perubahan sikap.
"Dulu kami sering salat bareng di musala," kata seorang warga di sekitar tempat tinggal Arif, Toni Hardi, 56 tahun, kepada Tempo, Kamis dinihari, 24 Desember 2015. Bahkan, kata dia, Arif sering memberikan kuliah tujuh menit (kultum) kepada para jemaah musala yang tak jauh dari rumahnya setiap seusai salat.
Menurut Toni, Arif yang bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan swasta tersebut, tinggal mengontrak di sebuah rumah milik Mujiono sejak lima tahun lalu. Di lingkungan warga, Arif dikenal memiliki pribadi yang baik dan bersosialisasi dengan warga.
Menurut Toni, sejak dua tahun terakhir sikap Arif menjadi sering tak terlihat di rumah dan jarang berinteraksi dengan warga. Sementara istrinya memang jarang berada di Bekasi karena bekerja sebagai pengajar di Jawa Tengah. "Saya tidak tahu aktivitas di luar kerjanya," katanya.
Sebelumnya, warga mengaku tak tahu kalau Arif ditangkap Densus 88. Mereka baru tahu setelah Tim Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri melakukan penggeledahan di rumah Arif. "Kalau ditangkapnya di rumah, pasti heboh, tapi ditangkapnya di depan perumahan."
Arif ditangkap Densus 88 di sekitar perumahan Taman Harapan Baru, Kelurahan Pejuang, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi, sekitar pukul 16.00 WIB. Selang 30 menit kemudian, petugas menangkap Abu Muzab di Kampung Duku, tak jauh dari lokasi penangkapan awal. Dari hasil penggeledahan, petugas membawa beberapa kardus berukuran sedang berisi barang bukti terkait dengan terorisme.
ADI WARSONO