TEMPO.CO, Balikpapan - Kepolisian Daerah Kalimantan Timur menetapkan calon Wakil Gubernur Kalimantan Utara Marthin Billa sebagai tersangka perusakan. Ia dituduh mendalangi pembakaran kantor gubernur serta perusakan tiga mobil dinas Provinsi Kalimantan Utara sepekan lalu. “Ya (statusnya tersangka). Saya masih mendampingi pemeriksaan berkas acara perkara (yang dibuat) polisi,” kata penasihat hukum Marthin Billa, Andi Syafrani, saat dihubungi, Rabu, 23 Desember 2015.
Kasus pembakaran kantor gubernur itu diduga buntut konflik pilkada. Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalimantan Timur memeriksa mantan anggota DPR dan Bupati Malinau itu sejak pagi hingga sore hari ini. Status tersangka Marthin Billa ini dikuatkan dengan surat pemberitahuan penangkapan yang diteken Direktur Direktorat Reserse Umum Polda Kalimantan Timur Komisaris Besar Winston Tommy Watuliu bertanggal 22 Desember 2015.
Polisi menahan 31 orang yang diduga terlibat dalam pembakaran serta perusakan aset negara di Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan. Massa pendukung pasangan Jusuf SK-Marthin Billa diduga membakar aula. Ratusan massa mengenakan baju adat sejak pagi berkumpul di Kantor Gubernur Kalimantan Utara dipimpin Martin Puto. Massa bersenjata tajam ini berorasi menuntut digugurkannya pasangan Irianto Lambrie-Udin Hianggio atas tuduhan politik uang dalam pemungutan suara pilkada Provinsi Kalimantan Utara pada 9 Desember lalu.
Massa juga menuntut pemungutan suara ulang di Kota Tarakan yang ditengarai dipengaruhi politik uang serta keterlibatan aparatur sipil negara. Kecurangan pilkada ini dituduh sebagai penyebab keunggulan sementara pasangan petahana Irianto Lambrie-Udin Hianggio.
Semula unjuk rasa berlangsung tertib, tapi berubah menjadi aksi saling dorong dengan personel kepolisian yang mengamankan demo. Ratusan personel kepolisian kewalahan membendung massa ini kendati sudah dibantu dengan siraman air dari mobil water canon.
Sebagian massa kemudian membakar aula Kantor Gubernur Kalimantan Utara dan dua mobil dinas yang terparkir di halaman gedung. Kapolres Bulungan dan Bawaslu Kalimantan Utara berhasil menenangkan amuk massa dengan berjanji akan mengusut adanya tuduhan pelanggaran pilkada sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penasihat hukum Jusuf SK-Marthin Billa, Yupen Hadi, menyebutkan perihal tuduhan politik uang dalam pemungutan suara pilkada Kalimantan Utara. Pembagian uang senilai Rp 100 ribu hingga Rp 500 ribu terjadi di seluruh wilayah Kalimantan Utara guna memenangkan perolehan suara salah satu pasangan calon.
“Politik uang di Kalimantan Utara luar biasa masif terjadi.” Yupen mengatakan politik uang terang-terangan terjadi di Tarakan, Nunukan, Malinau, Bulungan, dan Tana Tidung. Menurut dia, para penerima uang diminta agar memilih salah satu pasangan calon atau agar tidak menyampaikan aspirasi politiknya. “Mereka yang disuruh golput mengaku pendukung pasangan Jusuf SK-Marthin Billa. Tapi yang belum punya pilihan diminta agar memilih kandidat rivalnya.”
Yupen juga menemukan indikasi keberpihakan pelaksana pemungutan lapangan pada salah satu calon pasangan peserta pilkada. Dia mencatat setidaknya sebanyak 43 ribu masyarakat Tarakan tidak memperoleh surat undangan pencoblosan suara dari Panitia Pemungutan Suara. “Itu baru Tarakan saja, belum kabupaten lainnya.” Meski demikian, timnya akan menempuh jalur hukum dalam menyoal sengketa pilkada. Timnya sudah mengajukan gugatan pilkada Kalimantan Utara ke Mahkamah Konstitusi.
SG WIBISONO