TEMPO.CO, Jakarta -Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat Hening Widiatmoko mengatakan, sudah 108 perusahaan yang meminta izin penangguhan penggunaan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang akan berlaku tahun depan. “Ini sudah termasuk yang belum lengkap persyaratan berkas administrasinya,” kata dia di Bandung, Selasa, 22 Desember 2015.
Menurut Hening, batas waktu bagi perusahaan yang berniat mengajukan penangguhan upah berakhir hari ini. Rencananya, Dewan Pengupahan Provinsi akan memverifikasi semua berkas persyaratan yang dikirim bersama permintaan penangguhan upah itu awal Januari 2016. Surat Keputusan Gubernur yang berisi persetujuan atau penolakan permintaan penangguhan upah itu akan diterbitkan paling lambat 20 Januari 2016.
Hening mengatakan, jumlah perusahaan yang mengajukan penangguhan upah turun drastis dibandingkan tahun lalu. “Tahun lalu ada 190 perusahaan yang mengajukan penangguhan upah, hampir 60 persennya dari Bogor,” kata dia.
Menurut Hening, mayoritas perusahaan yang menangguhkan upah berasal dari Karawang dan Bekasi, dua daerah dengan nilai Upah Minimum Kabupaten/Kota terbesar di Jawa Barat. Dia menduga, penyebabnya dua daerah dengan upah tinggi itu tidak mengajukan skema upah sektor khusus sektor padat karya.
Hening mengaku, jumlah perusahaan yang mengajukan penangguhan upah dari Bogor yang biasanya paling banyak mengirim permintaan penangguhan upah, jumlahnya malah turun drastis. Di Jawa Barat ada empat daerah yang mengirim permintaan penetapan Upah Minimum Sektor Padat Karya yang ditetapkan Gubernur Jawa Barat yakni Kabupaten Bogor, Purwakarta, Kota Depok, Sumedang.
Menurut Hening, tahun ini ada lima varian Surat Keputusan Gubernur mengenai upah minimum, yakni Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), Upah Minimum Sekotral Perkebunan, Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK), serta Upah Minimum Sektoral Padat Karya. “Tahun lalu cuma satu,” kata dia.
Hening mengatakan, Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan serta Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2013 membuka peluang pemerintah provinsi menerbitkan penetapan soal upah sektoral. “Lima ini bonus PP 78,” kata dia.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat Deddy Wijaya mengatakan, jumlah perusahaah yang akan mengajukan penangguhan upah tahun ini berkurang. “Berkurang jauh sekali,” kata dia saat dihubungi Tempo, Rabu, 16 Desember 2015.
Deddy menaksir penurunannya bisa menembus 30 persen dari jumlah perusahaan yang mengirim penangguhan upah setahun lalu. “Salah satunya dengan adanya Upah Minimum Padat Karya,” kata dia.
Selain itu, pada tahun depan pemerintah Jawa Barat juga menetakan Upah Minimum Provinsi yang membantu perusahaan yang beroperasi di lintas kabupaten/kota. “Kalau dulu tidak ada UMP, sehingga menyulitkan perusahaan yang berlainan wilayahnya,” kata Deddy.
Deddy meminta pemerintah pusat menerbitkan aturan yang menguatkan lagi penggunaan Upah Sektor. Salah satunya penunjukan Asosiasi untuk membahas upah sektor dengan perwakilan serikat pekerja khusus sektor itu. “Pembahasanya misalnya dengan asosiasi sejenis, misal tekstil ada Asosiasi Pertekstilan Indonesia, lalu Asosiasi sepatu, pabrik otomotif, elektronik. Itu bisa dibicarakan terbuka, tapi kalau perusahaan sejenis yang hanay 2-3 perusahaan cukup diserahkan pada perundingan bipartit,” kata dia.
Perusahaan yang mengajukan penangguhan upah tahun akhir tahun lalu menembus 190 perusahaan. Dari jumlah itu Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat pada Januari 2015 hanya membolehkan 174 perusahaan yang melakukan penangguhan penggunaan nilai UMK 2015. Sektiar 80 persennya perusahaan yang mengajukan penangguhan upah kala itu dari sektor padat karya.
AHMAD FIKRI