TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah tokoh lintas agama berkumpul untuk berdialog dengan tema "Harmonisasi Kerukunan Umat Beragama". Kegiatan yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri ini bertujuan merefleksikan kembali kerukunan yang mulai diberangus oleh paham radikalisme.
"Kami melawan radikalisme dan melawan terorisme yang harus dikomandani tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, itu intinya. Ini yang ingin kami pertegas, semua ormas hadir, punya komitmen," ujar Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di sela acara dialog di Hotel Sahid, Jakarta, Senin, 21 Desember 2015.
Dalam kesempatan itu, Tjahjo juga menegaskan soal bahaya radikalisme dan terorisme. Apalagi, menurut dia, sebentar lagi akan ada hari besar salah satu agama, yaitu Natal. "Ini berarti ada virus yang sudah menjalar. Virus ini harus segera dimatikan, oleh apa? Oleh agama. Jadi bentengnya itu adalah dari masyarakat yang imannya harus kuat untuk bisa menangkal semua virus tersebut," katanya.
Gomar Gultom, salah satu tokoh lintas agama yang hadir, juga menegaskan ihwal pentingnya mempelajari agama secara substansial. Menurut dia, mempelajari agama secara substantif akan membuat orang tidak terjebak pada simbol-simbol agama semata. Setelah itu, barulah ia yakin kerukunan akan benar-benar terwujud. "Agar kembali, hanya mungkin kalau seluruh umat beragama secara cerdas," tuturnya.
Adapun Mpu Eihadi Sendjaja, Ketua Widyasabha Perwakilan Umat Buddha Indonesia, mengaitkan ini dengan pentingnya mengubah pola pikir masyarakat, seperti dalam program revolusi mental dari Presiden Joko Widodo. "Revolusi mental, saya kira, harus dilandasi ajaran agama. Bukan soal urusan perda. Ini soal komunitas agama, memikirkan umatnya," ujarnya.
Dalam dialog itu, turut hadir Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Soedarmo, Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia Uung Sendana, Ketua Umum Konferensi Waligereja Indonesia Igantius Suharyo, serta Ketua Bidang Kerukunan MUI Yusnar Yusuf.
EGI ADYATAMA