TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bela negara tak cuma urusan kekuatan senjata militer. Banyak cara bagi masyarakat untuk menunjukkan upaya bela negara. Salah satunya adalah dengan melakukan diplomasi politik dan perdagangan. "Saat ini ada tantangan yang lebih besar, yaitu perdagangan bebas. Itu juga upaya bela negara yang kongkrit," kata Kalla saat menjadi inspektur upacara dalam peringatan Hari Bela Negara ke-67 di lapangan silang Monas, Jakarta, Sabtu, 19 Desember 2015. Jika tak mampu bersaing, dikhawatirkan Indonesia akan tertinggal dengan negara lain.
Tantangan lain yang saat ini juga harus dihadapi Indonesia adalah ancaman keamanan transnasional seperti radikalisme dan terorisme, hingga sindikat perdagangan narkotik. Dia menyayangkan banyaknya generasi muda yang mengalami ketergantungan terhadap narkotik. Apalagi Indonesia saat ini juga menjadi salah satu pasar bagi sindikat narkotik internasional.
Adapun di dalam negeri tantangan yang harus dihadapi, misalnya kemiskinan, buruknya layanan kesehatan dan pendidikan, hingga kemajemukan suku. Jika tak pandai menghadapi keberagaman itu, bukan tak mungkin Indonesia bisa terpecah.
Tantangan-tantangan tersebut, kata Kalla, merupakan panggilan bagi seluruh masyarakat untuk menunjukkan wujud bela negara. "Petani bisa bela negara dengan menjaga ketersediaan pangan, guru mendidik anak di perbatasan, prajurit TNI juga bisa membela negara dengan menjaga pulau terdepan."
Acara Hari Bela Negara ke-67 ini merupakan peringatan terhadap Agresi Militer II Belanda pada 1948. Saat itu Presiden Soekarno memberi mandat kekuasaan pada Mr Syarifuddin Prawiranegara di Sumatera Barat untuk mempertahankan Indonesia dari agresi Belanda.
Acara ini juga dihadiri beberapa menteri Kabinet Kerja, seperti Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi, dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Hadir juga Kepala Kepolisian Jenderal Badrodin Haiti, Panglima TNI Jendera Gatot Nurmantyo, serta Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Budi Waseso.
FAIZ NASHRILLAH