TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Panitia Khusus Pelindo II DPR Rieke Diah Pitaloka mengapresiasi langkah Komisi Pemberantasan Korupsi yang menetapkan Direktur Utama Pelindo II Richart Joost Lino sebagai tersangka. Ia berharap KPK tak berhenti dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang di Pelindo II saja.
"KPK harus berani menelusuri kasus yang lebih besar yaitu perpanjangan kontrak JICT dan New Priok," kata Rieke dalam rilis tertulis pada Jumat, 18 Desember 2015. Rieke mengatakan Komisaris Utama Pelindo II sekaligus mantan komisioner KPK Tumpak Hatorangan sempat mempersoalkan perpanjangan kontrak JICT.
Rieke mengatakan KPK harus berani mengungkap indikasi keterlibatan para pejabat negara yang disebut oleh Badan Reserse Kriminal turut mengintervensi pembongkaran kasus di Pelindo II. Pembongkaran tersebut dianggap sebagai alasan pencopotan Komisaris Jenderal Budi Waseso sebagai Kepala Bareskrim.
Rieke menyatakan dukungannya dan kesiapannya bekerja sama dengan KPK untuk mengungkap keterlibatan Menteri BUMN Rini Soemarno, terutama dalam perpanjangan kontrak JICT. Ia mengatakan proyek tersebut berpotensi merugikan negara triliunan rupiah. Rieke menduga Rini melanggar dan melawan konstitusi, keputusan Mahkamah Konstitusi, UU BUMN, UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, UU KKN, UU Pelayaran dan peraturan perundangan lainnya.
Dalam suratnya, Rieke meminta dukungan dan pengawalan seluruh rakyat Indonesia untuk ikut mengawasi proses penyelamatan aset negara.
RJ Lino diduga telah menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi terkait dengan pengadaan QCC di Pelindo II tahun 2010. Surat perintah penyidikan diteken Pimpinan KPK pada 15 Desember 2015.
Modusnya, Lino memerintahkan pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II (Persero) dengan menunjuk langsung HDHM dari Cina sebagai penyedia barang. Tiga unit QCC tersebut ditempatkan di Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak.
Menurut informasi, nilai kerugian negara mencapai Rp 60 miliar. Atas perbuatannya, KPK menjerat Lino dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
VINDRY FLORENTIN