TEMPO.CO, Semarang - Meski Menteri Perhubungan Ignasius Jonan melarang kendaraan umum berbasis internet, para pengemudi Go-Jek di Kota Semarang tetap beroperasi seperti biasa.
Andar Jati, pengemudi Go-Jek, mengaku belum tahu Menteri Perhubungan mengeluarkan surat bernomor UM.302/1/21/Phb/2015 yang isinya melarang kendaraan umum berbasis internet. “Karena saya belum mendapatkan surat dari atasan,” kata Andar kepada Tempo di Semarang, Jumat, 18 Desember 2015.
Hari ini Andar tetap mengantarkan penumpangnya ke tempat tujuan. Misalnya, Andar mengantar seorang warga dari Surtikanti, Kota Semarang, ke sebuah kantor di kawasan Simpang Lima Semarang. Menempuh jarak sekitar 4,5 kilometer, pelanggan Andar membayar Rp 10 ribu.
Andar adalah lulusan Universitas Negeri Semarang. Saat ia masih mencari pekerjaan, Go-Jek membuka kantor di Semarang sekitar dua bulan lalu. Jadi ia mencoba mendaftar dan diterima sebagai pengemudi Go-Jek. Tiap hari Andar mengaku mengantar penumpang hingga lima orang. “Hasil yang saya dapat sekitar Rp 100 ribu,” kata Andar.
Dalam pantauan Tempo, di jalanan Kota Semarang masih banyak pengemudi Go-Jek. Tandanya, mereka menggunakan jaket warna hijau-hitam bertuliskan Go-Jek.
Putri Tirta, seorang warga yang sering menggunakan Go-Jek, mengaku terbantu dengan keberadaan kendaraan ojek berbasis aplikasi internet ini. Ia cukup menggunakan handphone-nya untuk memesan pengemudi ojek. “Saya kecewa jika Go-Jek dilarang,” kata Putri.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan meminta Polri menindak pemilik kendaraan umum berbasis internet yang masih beroperasi. Permintaan itu disampaikan melalui surat bernomor UM.302/1/21/Phb/2015.
"Berdasarkan hal tersebut dimohon kiranya dapat mengambil langkah yang sesuai peraturan," kata Jonan dalam surat yang dilayangkan, Senin, 9 November 2015.
Dalam surat itu Jonan menilai adanya sepeda motor dan mobil berbasis aplikasi yang mengangkut orang atau barang dengan memungut biaya kerap menimbulkan pro dan kontra. "Semakin maraknya pemanfaatan kendaraan umum dengan menggunakan aplikasi internet, seperti Go-Jek, G-Box, Grab-Bike, Grab Car, Blu-Jek, Lady-Jek, sehingga menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, terutama operator angkutan umum," katanya.
Menurut Jonan, keberadaan kendaraan yang mengangkut orang dan barang itu juga tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Alasannya, kendaraan yang digunakan tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum. "Pengaturan kendaraan bermotor bukan angkutan umum tersebut sesuai dengan ketentuan UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2014," katanya.
ROFIUDDIN