TEMPO.CO, Jakarta - Calon pemimpin KPK, Surya Tjandra, dihujani pertanyaan tentang pengalamannya di bidang pemberantasan korupsi saat tes kepatutan dan kelayakan calon pemimpin KPK di ruang rapat Komisi III DPR, Selasa, 15 Desember 2015. Advokat publik ini, dalam penjelasan visi-misinya, memaparkan tentang kebutuhan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mendapatkan dukungan politik yang kuat.
"KPK tak bisa dan tak boleh memusuhi politik. Namum KPK harus tetap independen. Itu yang kemarin hilang dari sini," ujarnya. Ia menilai, kegagalan membangun dukungan politik pada masa sebelumnya membuat KPK berbenturan dengan penegak hukum lain, contohnya dengan Polri.
KPK tak ada salahnya bersilaturahmi dengan Kepolisian, DPR, serta Kejaksaan. Hal ini tak akan mempengaruhi sisi independensi KPK. "Soal independen, ya dilihat dari hasil kerja kita. KPK harus paham politik, tapi tak boleh terlibat," katanya.
Komisi III yang menguji Surya banyak menanyakan terkait dengan pengalaman serta sikapnya. Fraksi PKS menanyakan apakah ia mendapatkan izin keluarga untuk mendaftar sebagai calon pemimpin KPK. Surya, yang berumur 44 tahun, menanggapi hal ini dengan santai dan mengatakan mendaftar sambil sembunyi-sembunyi. "Saya baru kasih tau istri setelah sudah daftar," ujarnya.
Selain terkait dengan dukungan politik, ia juga menegaskan KPK harus bisa memberikan dampak langsung bagi masyarakat. Sejauh ini, ia menganggap dampak yang diberikan KPK belum terasa langsung di masyarakat.
Akar korupsi, menurutnya, ada pada kesenjangan ekonomi dan hukum. Akibatnya, pertama, rendahnya kepercayaan publik secara umum, kecuali pada kepada kelompok sendiri. Kedua, miskin pilihan kebijakan yang kreatif. Hal inilah yang harus dibenahi oleh KPK.
Surya siap menjadi salah satu dari lima pemimpin KPK. "Saya tak bisa menjamin. Jaminan saya kalau gagal, ngaco, hukum saja saya," ujarnya tegas. Tes yang dipimpin Benny Karman dari Fraksi Partai Demokrat ini dimulai pukul 15.30 WIB dan berakhir pukul 17.40 WIB.
EGI ADYATAMA