TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan disebut sebanyak 66 kali dalam rekaman percakapan antara Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto, pemain minyak Muhammad Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin di Hotel Ritz Carlton pada 8 Juni lalu.
Dalam rekaman percakapan itu, orang yang diduga Setya Novanto tersebut mengatakan jika Luhut bisa memuluskan perpanjangan kontrak karya Freeport di Indonesia yang akan habis pada 2021. Setya juga meyakinkan Maroef jika Luhut mempunyai pengaruh besar terhadap Presiden Joko Widodo.
“Jadi kita harus pakai akal. Kuncinya kan ada di Pak Luhut, ada saya. Nanti lempar-lemparan. Ada dia strateginya,” begitu salah satu ucapan yang diduga Novanto.
Obrolan dalam rekaman itu cocok dengan pengakuan Maroef di depan sidang Mahkamah Kehormatan Dewan. Maroef ditanya oleh anggota Mahkamah, Akbar Faisal, "Apakah ada upaya percaloan dalam pertemuan itu?" Maroef menjawab, "Saya perkirakan demikian."
Maroef melanjutkan bicaranya. "Menurut pemahaman saya, pihak lawan bicara saya berupaya meyakinkan saya bisa menegosiasikan lebih lanjut. Ada penjaminan dari Bapak Luhut," kata Maroef. "Ada upaya meminta saham, 11 persen untuk Bapak Presiden, 9 persen untuk Wakil Presiden, dan juga bisnis PLTA," kata mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara ini.
Dalam konferensi pers pada Jumat pekan lalu, ia mengaku akan menghadapi tudingan itu. Luhut juga menumpahkan kekesalannya. Bukannya marah kepada Setya Novanto atau Riza Chalid yang diduga mencatut namanya, Luhut malah terlihat marah kepada pihak-pihak yang membongkar kasus tersebut.
TIM TEMPO