TEMPO.CO, Jakarta - Rekaman lengkap percakapan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto dan pengusaha Muhammad Riza Chalid dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dalam pertemuan di Hotel Ritz Carlton pada 8 Juni 2015, sudah diperdengarkan dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Kini rekaman asli itu sudah ada di tangan Kejaksaan Agung yang tengah menyelidiki kasus tersebut. Dalam percakapan itu, nama Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan sering disebut-sebut.
SIMAK:
Luhut Terseret Calo Freeport
Datangi Pernikahan Anak Setya Novanto, Luhut Telepon Jokowi
Hari ini, Luhut menghadiri sidang MKD untuk memberikan keterangan. Berikut rekaman percakapan yang menyinggung nama Luhut.
00.01 (Menit)
Maroef:
Assalamu'alaikum, Pak.
Setya dan Riza:
Weiiihhh…
04.24
Setya:
Saya itu, Pak, sudah ketemu Presiden. Pak Luhut cuma bilang: kita runding. Pas saya makan, Presiden samperin saya. "Ini kan Pak Luhut. Itu apa Pak Luhut sudah bicara belum?" Oh iya, sudah, Pak. Pak Luhut yang banyak memberikan pendapat. Bagus kalau bisa segera.
09.59
Setya:
Terus janji Presiden (soal smelter)?
Maroef:
Ya, betul, kemudian Presiden ke sana, janjikan oke kalau gitu dibangun smelter. Kalau kita bangun di Papua, siapa yang mau kasih? Mau dari mana dananya? Enggak mungkin bangun di Papua.
Riza:
Ya, ya. Jadi begini, Pak. Soal itu saya ngomong sama Darmo (Darmawan Prasodjo, Deputi I Kantor Staf Presiden). Saya bilang Darmo siap, ya. Dia kan ngurusi semua. Kalau ini tugasmu untuk mengamankan. Jadi saya sudah bicara, Pak Jokowi. Urusan dia, saya. Dia dipakai Pak Luhut semua. Soal saham itu ada pemikiran, juga PLTA.
13.00
Riza:
Yang sahamnya (PLTA) itu juga maunya Pak Luhut. Itu jaminan guarantee itu dari Freeport untuk saham itu. Seperti dulu yang dilakukan oleh Freeport kepada pengusaha.
Setya:
Pak Luhut pernah berbicara dengan Jim Bob di Amerika. (Kepada Tempo, Luhut membenarkan soal ini.)
Maroef:
Pak, itu harus ada yang perlu dihitung. Dari enam isu yang saya kasih Pak Ketua itu, waktunya tinggal enam minggu dari sekarang. Kalau itu tidak keluar, katakanlah 23 Juli nanti, tanggal 1 Juli tidak ada kepastian, maka arbitrase internasional akan jalan. Sekarang apa guarantee-nya kalau permintaan itu dipenuhi, ini juga keluar?
19.28
Maroef:
Kuncinya kan itu lagi, surat perpanjangan itu. Tidak mungkin keluar purchasing guarantee kalau tidak. PLTA mau dibangun itu kan untuk underground mining. Underground mining baru bisa dipastikan mau dilanjutkan kalau ada perpanjangan.
21.25
Setya:
Artinya kalau ada opportunity… kan ada di Pak Luhut.
Maroef:
Signed dulu itu.
Riza:
Signed itu pasti. Itu akan segera.
21.30
Maroef:
Tapi kalau dengar penjelasan Pak Ketua tadi, saya-nya enggak begitu jelas. Dari Pak Jokowi ya enggak jelas.
Setya:
Kalau Pak Jokowi, itu dia, beliau sudah setuju kalau sarannya untuk di Gresik. Tapi berikutnya di Papua. Tapi ada ujungnya-ujungnya waktu saya makan itu. "Pak Ketua sudah bicara belum Pak Luhut." Saya disuruh ngadep ke Pak Luhut, ngobrol-ngobrol.
23.05
Setya:
Tapi kalau pengalaman kita, artinya saya dengan Pak Luhut, pengalaman-pengalaman dengan Presiden, itu rata-rata 99 persen itu gol semua, Pak. Bermain kita. Makanya saya tahu. Makanya Bung Riza begitu tahu Darmo, di-maintenance, dibiayai terus itu. Darmo habis-habisan supaya belok. Pinter itu. Ha-ha-ha….
41.59
Maroef:
Coba tolong dimatangkan mengenai saham.
Riza:
Yang saham. Soal saham itu, saya bicara ke Pak Luhut. Kita sudah bicara. Weekend saya ketemu. Biar Pak Luhut yang bicara ke Bapak. Kan ini long weekend. Hari Minggu nanti saya temui Pak Luhut. Bisa Minggu malam. Biar Pak Luhut cek dan kita…. Saya yakin itu.
Setya:
Presiden sudah dikasihkan ke Pak Luhut itu berapa kali. Si Darmo, kalau Bapak denger cerita di dalam. Apa yang kita inginkan bisa, presentasi ke Presiden tiap hari.
43.08
Riza:
Kalau memang gawat keadaannya, saran saya, jika mau malam Sabtu atau malam Minggu.
Setya:
Besok.
43.20
Riza:
Why not. Pak Luhut oke. Kita ketemu sama Pak Maroef, hari Minggu malam. See it, dia action minggu depan. Enggak lama, Pak. Next week, two weeks. Bisa kau angkat akhir Juni, selesai urusan. Begitu ini selesai, saham bisa.
Setya:
Saya sih yakin itu karena Presiden sendiri kasih kode begitu dan itu berkali-kali. Yang urusan kita di DPR, itu kita ketemu segitiga, Pak Luhut, saya, dan Presiden….
46.58
Setya:
Pengalaman saya ya, Pak. Presiden ini agak koppig (keras kepala), tapi bisa merugikan semua. Contoh yang paling gampang itu PSSI. Saya bilang, Pak Presiden, pengalaman saya zaman SBY, SBY turun tangan. Ini menyangkut sponsor, pengangguran mereka. Kalau sudah bilang enggak, ya enggak, susah kita. Tetap saja, kita dikte saja. Gitu Pak. Koppig-nya dia ( Jokowi) buat bahaya kita. (PSSI=Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, SBY= Susilo Bambang Yudhoyono)
54.30
Setya:
Jadi waktu di (pembahasan) APBN, semua fraksi ngomong, tapi semua ngomong BG (Komisaris Jenderal Budi Gunawan). PDIP ngantem Presiden. Dia (Jokowi) berbisik-bisik, "Masak PDIP sendiri ngantem saya, saya kan Presiden." Tapi enggak peduli apa pun kehendak Bu Mega, enggak peduli.
Riza:
Di Solo ada Surya Paloh, Wiranto, pokoknya koalisi mereka. Dimaki-maki, Pak, Jokowi itu sama Megawati di Solo. Dia tolak BG. Gila itu, saraf itu. Padahal ini orang baik kekuatannya apa, kok, sampai seleher melawan Megawati.
57.22
Riza:
Gila, Pak. (Jokowi) alot orangnya.
Setya:
Pengalaman yang betul-betul saya alami bersama-sama Pak ini, bersama-sama Pak Luhut. Akhirnya saya minta tolong Pak Luhut untuk memulai pemilihan Kapolri. Itu asli, Pak. Bagaimana itu kita berusaha supaya Budi, karena Ibu Mega (Megawati Soekarnoputri) yang telepon. Itu kita pakai apa aja enggak, Pak.
01.08.39
Setya:
Nasib duit keluar banyak. Duit Pak. Itu saya lihat kasihan. Ngapain itu, udah, 50 M, 30 M. Begitu kita hitung sudah 500 M. Ngapain.
Maroef:
Lewat, Pak.
Riza:
Padahal duit kalau kita bagi dua, Pak, happy Pak. 250 M ke Jokowi-JK, 250 M ke Prabowo-Hatta, kita duduk aja. Ke Singapura, main golf, aman. Ha-ha-ha….
TIM TEMPO