TEMPO.CO, Yogyakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta menyebutkan terjadi kesenjangan ekonomi yang tinggi di daerah ini. Pertumbuhan ekonomi lebih banyak menguntungkan kelas menengah ke atas yang berjumlah 20 persen atau 720 ribu dari total penduduk Yogyakarta tahun 2014 sebanyak 3,6 juta orang. Sisanya merupakan penduduk miskin yang bekerja pada sektor pertanian.
Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Tri Widodo, mengatakan rasio gini yang menunjukkan tingkat ketimpangan ekonomi di Yogyakarta sebesar 0,42 termasuk tinggi. Ia menyebutkan kepemilikan sumber daya masyarakat yang berbeda sebagai penyebab ketimpangan ekonomi.
Di Yogyakarta, sektor jasa mengalami pertumbuhan yang besar, misalnya bisnis hotel, restoran, mal, dan pendidikan. Bisnis properti di Yogyakarta tumbuh pesat, yang diikuti dengan kenaikan harga tanah. Sedangkan sektor pertanian dan manufaktur tertinggal jauh. “Pemilik modal semakin kaya, dan yang miskin semakin tambah miskin,” kata Tri, Jumat, 11 Desember 2015.
Dia menyatakan kesenjangan ekonomi yang tinggi bila tidak segera diatasi akan menyebabkan konflik sosial. Tri menggambarkan situasi itu seperti bom yang sewaktu-waktu bisa meledak. Kalangan kaya akan semakin menikmati pertumbuhan ekonomi bila pemerintah tidak memikirkan kalangan yang tidak memiliki sumber daya. Sedangkan penduduk di pedesaan semakin terpinggirkan.
Petani penggagas pertanian terpadu Joglo Tani di Sleman, To Suprapto, menyayangkan pemerintah yang tidak berfokus menggarap sektor pertanian. Di Sleman, rata-rata kepemilikan lahan pertanian, menurut To Suprapto, setidaknya hanya 0,1 hektare.
Dia berharap pemerintah memikirkan buruh tani yang tidak punya lahan. Caranya dengan membantu menyiapkan modal unit usaha. Misalnya, modal untuk bibit perikanan dan peternakan. “Budi daya ikan, misalnya, cukup menggunakan lahan seluas 2 x 4 meter,” ujar To.
Organisasi non-pemerintah, Aliansi Desa Sejahtera, menyebutkan Indonesia kehilangan petani sebanyak 5 juta orang. Selain itu, jumlah lahan pertanian semakin menyusut akibat alih fungsi lahan. Laju kehilangan sumber pangan mencapai 6,4 persen atau setara dengan 100 ribu hektare lahan hilang per tahun pada kurun 2003-2013. Aliansi Desa Sejahtera merujuk pada data BPS.
SHINTA MAHARANI