TEMPO.CO, Jakarta - Indeks pelaksanaan hak asasi manusia pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla selama setahun terakhir sedikit menurun dari angka 2,49 menjadi 2,45. Beberapa variabel mengalami kenaikan, tapi tidak signifikan. "Cenderung stagnan," kata Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani saat konferensi pers yang dilakukan di Bakoel Koffie, Jakarta, Rabu, 9 Desember 2015.
Menurut Ismail, penurunan ini merupakan dampak kebijakan pemerintah atas eksekusi mati dan kegagalan mereka mengawal kebebasan berekspresi. "Penurunannya karena ada eksekusi mati dan gagal mengawal kebebasan berekspresi," ujar Wakil Ketua Setara Institute Azas Tigor Naipospos.
Setara, dalam surveinya, menetapkan delapan variabel sebagai indikator kinerja pemerintah dalam bidang hak asasi manusia. Survei dilakukan terhadap 215 responden yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan latar belakang seperti peneliti, akademikus, tokoh masyarakat, aktivis, dan advokat. Waktu survei dilakukan sejak 5 November sampai 5 Desember 2015.
Mengenai survei ini, Azas Tigor mengatakan, secara dokumen kebijakan, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono masih jauh lebih baik dalam bidang HAM dibanding pemerintahan Joko Widodo. "Dari RPJMN, RKP, dan RANHAM terlihat jelas bahwa isu HAM bukan prioritas," ujarnya.
Ia menambahkan, masalah penegakan HAM masa lalu bergantung pada kondisi iklim politik di Indonesia. Karena itu, ia melihat Presiden Jokowi memiliki posisi politik yang lemah karena tak jelasnya dukungan partai pengusung yang menyulitkan langkah Presiden.
Turut hadir sebagai pembicara adalah Benny Susetyo, yang merupakan Sekretaris Dewan Nasional Setara Institute. Ia mengatakan penyelesaian HAM masa lalu masih agak sulit dilaksanakan karena pemerintahan Jokowi terlihat ingin mengambil jalan pintas dalam masalah ini. "Maunya diselesaikan cepat, sederhana, tapi tanpa ada pengungkapan kebenaran."
DIKO OKTARA