TEMPO.CO, Makassar - Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat, Inspektur Jenderal Pudji Hartanto Iskandar, angkat bicara soal kasus bunuh diri Bripda Ricky Ricardo, anggota Kepolisian Resor Mamuju. Ricky tewas setelah menembak kepalanya menggunakan senjata api miliknya hanya karena patah hati.
Ricky dinilai melakukan tindakan konyol itu lantaran tidak dapat mengendalikan emosinya. Pudji menyebut Ricky memang tidak lolos tes psikologi untuk izin penggunaan senjata api.
Ricky belakangan tetap diberikan senjata api lantaran beban tugasnya yang cukup berat. Pemuda itu diketahui bertugas sebagai anggota paminal Polres Mamuju. Atas kejadian itu, Pudji menyatakan kepolisian akan melakukan penyelidikan internal terkait dengan kepemilikan pistol almarhum. Bila memang terbukti bersalah, pimpinan Ricky bisa dijatuhi sanksi.
Hingga kini, proses pemeriksaan internal bidang profesi pengamanan Polda Sulawesi Selatan dan Barat masih berlangsung.
"Laporan yang saya terima, Bripda Ricky tidak lolos tes psikologi. Namun karena pertimbangan beban tugas, ia diberikan (senjata api). Itu sementara sedang diselidiki di lingkup internal. Bisa saja nantinya pimpinan Ricky dijatuhi sanksi sesuai aturan di internal Polri," kata Pudji, Minggu, 6 Desember.
Ancaman hukuman yang dijatuhkan dapat berupa sanksi langsung atau sebatas teguran. "Itu semua masih berproses," ujar Pudji.
Pudji menegaskan, pascaperistiwa itu, Polda Sulawesi Selatan langsung menginstruksikan kepada pimpinan satuan kerja untuk mengevaluasi izin penggunaan senjata api di kalangan personelnya. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya peristiwa serupa. Sebab, penyalahgunaan senjata api dapat membahayakan keselamatan baik pemegang senjata api maupun orang di sekelilingnya.
Juru bicara Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Frans Barung Mangera, mengatakan, izin penggunaan senjata api kepada aparat Polri diberikan mengacu pada tiga pertimbangan. Di antaranya kepangkatan, jabatan, dan beban tugas.
Khusus kasus Ricky, kepemilikan senjata api pastinya diberikan karena beban tugasnya mengingat dari segi kepangkatan dan jabatan memang belum terlalu memadai. "Harusnya juga dilakukan evaluasi rutin setiap 6 bulan," kata Barung.
Kepala Polres Mamuju, Ajun Komisaris Besar Eko Wagiyanto, menolak berkomentar ihwal informasi Bripda Ricky tidak lolos tes psikologi untuk izin penggunaan senjata api.
Eko mengatakan, yang pasti setelah kejadian itu, pihaknya langsung mengevaluasi penggunaan pistol para anak buahnya. Bila periode izinnya sudah habis, senjata api yang dipegang anggota polisi itu akan langsung ditarik.
Eko mengatakan, senjata api yang dipegang Ricky secara administratif terdaftar. Polres Mamuju dan keluarga Ricky menganggap peristiwa tragis yang menimpa almarhum adalah musibah.
"Jenazah Ricky sudah dimakamkan kemarin (Sabtu, 5 Desember)," kata Eko. Keluarga Ricky memang menolak dilakukan otopsi dan tak menuntut adanya proses hukum terhadap meninggalnya anak kedua dari tiga bersaudara itu.
Aksi bunuh diri Ricky bermula saat dia berselisih dengan sang kekasih, Bripda Fitria, di dalam mobil Honda Brio DC-37-RR miliknya di Jalan KS Tubun, Mamuju, Rabu, 2 Desember, sekitar pukul 10.45 Wita.
Fitria disinyalir memutuskan hubungan asmaranya dengan Ricky lantaran tidak mendapatkan restu. Pasangan kekasih itu tidak disetujui orang tua perempuan lantaran berbeda agama.
Sesaat setelah diputuskan, Ricky yang patah hati menembak kepalanya menggunakan pistol. Ricky masih sempat dilarikan ke rumah sakit di Mamuju. Ia sempat kritis selama empat jam sebelum akhirnya mengembuskan napas terakhir.
Ricky dinyatakan meninggal saat perjalanan menuju Rumah Sakit Bhayangkara, Makassar. Karena sudah meninggal, jenazah almarhum kembali dibawa ke rumah duka di Mamuju sebelum dimakamkan di Kompleks Pekuburan Cina, Sabtu, 5 Desember.
TRI YARI KURNIAWAN