TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, terpaksa bermalam di Kepolisian Daerah Bengkulu. Sebab, penyidik Polri yang seharusnya melimpahkan Novel ke Kejaksaan Agung masih menahannya di Direktorat Kriminal Umum Polda Bengkulu.
"Aku dan Novel masih ditahan di Polda Bengkulu," kata kuasa hukum Novel, Saor Siagian, melalui pesan singkat, Kamis, 3 Desember 2015.
Menurut dia, penyidik tak menerangkan alasan penahanan itu. "Tidak jelas, pokoknya ditahan dulu," ucap Saor. Padahal, ujar dia, pada surat panggilan tertera jelas Novel dipanggil untuk pelimpahan ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung.
Pada Kamis pagi, Novel sudah mendatangi Badan Reserse Kriminal untuk pelimpahan tahap kedua kasus dugaan penganiayaan pencuri sarang burung walet. Penyidik Bareskrim lalu membawanya ke kantor Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung.
Saat di Kejaksaan Agung, sempat terjadi ketegangan antara penyidik Bareskrim dan Novel lantaran penyidik tersebut mencengkeram lengan Novel untuk digelandang atau dibawa ke bandara. Penyidik akan membawanya ke Bengkulu karena kejadian perkaranya di sana.
Kasus ini bermula saat Novel menjadi Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Bengkulu pada 2004. Saat itu Novel dituduh menyiksa dan menembak hingga tewas seorang pencuri sarang burung walet, Juwani alias Aan.
Kasus ini telah diproses kepolisian Bengkulu dan mandek. Pada 2012, kasus tersebut kembali mencuat lantaran Novel menjadi salah satu penyidik KPK yang mengusut kasus korupsi simulator surat izin mengemudi dengan tersangka Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun menengahi perseteruan ini dan meminta Polri menghentikan penyidikan Novel.
Namun kasus ini kembali diusut setelah KPK menetapkan calon Kepala Polri tunggal pilihan Presiden Joko Widodo, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi.
LINDA TRIANITA