TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) mempertanyakan alasan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin merekam percakapan antara dirinya dengan Ketua DPR Setya Novanto, dan pengusaha M Riza Chalid pada 8 Juni 2015. Pertanyaan itu mengemuka dalam Sidang MKD di Kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Kamis 3 Desember 2015.
Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan, Sukiman mempertanyakan mengapa Maroef menyadap pembicaraan itu tanpa izin. Menurut Sukiman, hanya ada beberapa lembaga saja yang bisa melakukan penyadapan, seperti Polisi, Jaksa. “Kalau tidak berizin, bisa terkena Undang Undang ITE,” katanya.
Anggota Mahkaman Kehormatan Dewan lain, M Prakosa juga mempertanyakan hal yang sama. Ia pun mempertanyakan mengapa rekaman pembicaraan itu bisa tersebar ke masyarakat. “Takutnya terjadi kegaduhan politik. Ada pula masalah ekonomi,” katanya.
Maroef mengatakan ia tidak menyembunyikan telepon genggam yang digunakannya untuk merekam kepada lawan bicaranya. Tapi ia tidak bisa memastikan apakah lawan bicaranya tahu atau tidak. Maroef pun mengakui sejak awal mengatakan ia melakukan rekaman itu atas inisiatif sendiri. Ia juga merekam karena berpikir perlu merekam pembicaraan pada pertemuan ketiga itu. “Ini bagian dari akuntabilitas saya sebagai pemegang mandat perusahaan,” katanya.
Maroef mengatakan sejak ia memimpin perusahaan emas dan tembaga berbasis di Papua itu, ia ingin menciptakan sistem berbasis transparansi dan akuntabilitas.
“Saya akan konsisten. Segala sesuatunya jujur dan bertanggung jawab,” katanya.
MITRA TARIGAN