TEMPO.CO, Soppeng - Penyidik Kepolisian Resor Soppeng, Sulawesi Selatan, masih mengumpulkan alat bukti berkaitan dengan kasus penganiayaan dan pengancaman terhadap dua wartawan oleh Aiptu Sadike.
“Saksi maupun pelapor sudah dimintai keterangan, tapi dibutuhkan alat bukti untuk menguatkan dugaan penganiayaan,” kata Kepala Polres Soppeng Ajun Komisaris Dodiek Aji Prasetyo, Kamis, 3 Desember 2015.
Dodiek menjelaskan, Sadike dibebastugaskan sebagai tim pengamanan kampanye pilkada Soppeng. Dia dikembalikan ke tempat tugasnya semula, yakni Kepolisian Sektor Lilirilau. Senjata api yang biasa digunakannya juga ditarik.
Ihwal sanksi lain bagi Sadike, menurut Dodiek, harus menunggu selesainya proses hukum pidana. Jenis sanksinya akan ditentukan dalam sidang etik oleh Bagian Profesi dan Pengamanan (Propam).
Dodiek mengatakan, proses penanganan kasus itu juga akan digelar di Markas Polda Sulawesi Selatan dan Barat. Namun, dari hasil interogasi terhadap Sadike, polisi itu membantah mengancam akan membunuh Azis Alimuddin, wartawan koran Tribun Timur. Sejumlah pihak disebut sebagai saksi tidak adanya ancaman membunuh, yakni Komandan Kodim, Ketua Panwalu, Komisoner KPU serta Kasat Intel Polres Soppeng.
Namun diakui Dodiek, kasus itu menjadi peringatan bagi seluruh anggota Polres dan Polsek di Soppeng agar menjalankan tugas secara profesional. Sebaliknya dia meminta para wartawan mengenakan identitas yang jelas dan mudah dibaca. “Tidak semua tahu wartawan itu seperti apa,” ujarnya.
Penganiayaan terjadi saat wartawan meliput kampanye akbar pasangan calon bupati dan wakil bupati Soppeng, Lutfi Halide dan Andi Zulkarnain Soetomo di Lapangan Gasis di Jalan Pemuda, Kecamatan Lalabata Watansoppeng, Rabu lalu. Selain Azis, wartawan koran Sindo, Jumardin Nurdin, juga menjadi korban.
Berdasarkan keterangan Azis, Sadike dua kali memukulnya di bagian punggung. Polisi itu juga mengancam membunuh Azis jika membesar-besarkan kejadian pemukulan. Diduga ancaman dilontarkan Sadike setelah Azis mengatakan akan melaporkannya ke Polda.
Sementara itu wartawan yang tergabung dalam Koalisi Solidaritas Jurnalis Makassar, Kamis, 3 Desember 2015, menggelar aksi protes di bawah jalan layang, Makassar. Mereka juga mengeluarkan pernyataan sikap yang berisi enam poin.
Di antaranya mengecam dan mengutuk keras peristiwa itu. Kepala Polda Sulselbar Inspektur Jenderal Pudji Hartanto diminta memerintahkan aparatnya memproses secara hukum Sadike dalam tenggat waktu 3 X 24 jam.
Jika tidak dilakukan, Koalisi akan melaporkannya kepada Kapolri, Kompolnas dan Dewan Pers. “Kapolda harus bertanggung jawab atas tindakan anak buahnya,” ucap Koordinator Koalisi Humaerah Jaju.
Pudji yang ditemui di Luwu berjanji akan menindak tegas anggotanya jika terbukti melakukan penganiayaan terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik. “Tidak akan saya tolerir, jika memang terbukti bersalah, pasti saya tindak,” ujarnya.
Namun, Pudji mengatakan harus diselidiki dahulu apakah anggotanya bertindak di luar prosedur atau tidak. Bahkan senada dengan Dodiek, dia meminta para wartawan mengenakan tanda pengenal saat bertugas agar bisa dibedakan dengan masyarakat umumnya.
ANDI ILHAM | TRI YARI KURNIAWAN | MUHAMMAD YUNUS | HASWADI