TEMPO.CO, Yogyakarta -Elanto Wijoyono, aktivis sosial yang pernah melakukan penghadangan konvoi motor gede di Yogyakarta beberapa waktu lalu, membuat petisi di laman sosial change.org berjudul Hentikan Konvoi dan Aksi Kekerasan Massa Parpol di Yogyakarta.
Petisi itu dibuatnya sepekan lalu, untuk menyikapi sempat maraknya berbagai aksi rusuh yang dilakukan simpatisan partai politik, yang kini berkampanye pemilihan kepala daerah di DIY.
Petisi itu, sampai Kamis (3 Desember 2015), ditandatangani sekitar 2.500 orang, ditujukan kepada Kepala Kepolisian DIY serta Badan Pengawas Pemilu DIY. Petisi itu juga dialamatkan kepada Panitia Pengawas Pemilu tiga kabupaten, Bantul, Sleman, dan Gunungkidul yang sedang menggelar pilkada. “Kami masih menunggu jadwal audiensi dengan kepolisian untuk persoalan ini,” ujar Elanto, kepada Tempo, Kamis (3 Desember 2015.
Elanto membuat petisi karena menilai masih ada pembiaran aparat kepolisian terhadap berbagai pelanggaran kampanye, aksi konvoi massa partai politik. Terutama rusuh yang sempat terjadi Minggu 22 November 2015 silam.
Kala itu, konvoi massa parpol berujung perusakan dan tindak kekerasan di wilayah Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul. Sebuah kantor biro travel dan dua unit mobil travel di Kota Yogyakarta dirusak massa parpol.
Sebuah mobil dirusak dan dua orang penumpangnya jadi sasaran penganiayaan oleh massa parpol di Sleman. Bentrok massa parpol di Bantul berujung pada perusakan dan pembakaran sepeda motor. “Petisi ini bukan ditujukan pada parpol atau simpatisannya, tapi kepada aparat, bagaimana siap dan berani tegas agar rusuh yang melibatkan simpatisan parpol tidak selalu berulang,” ujarnya.
Elanto pun membeberkan dalam konteks konvoi, simpatisan kampanye diwajibkan menjaga ketertiban umum dan ketertiban lalulintas sesuai perundang undangan yang berlaku. Termasuk UU 22/2009 dan KUHP. Namun, fakta di lapangan memperlihatkan bahwa aparat penegak hukum cenderung membiarkan aksi konvoi yang melanggar ketertiban lalu lintas dan ketertiban umum. “Warga terpaksa harus bisa mengamankan dirinya sendiri dari ancaman konvoi massa parpol yang beringas,” ujarnya.
Padahal, ujar Elanto, Kapolda DIY Brigjen Erwin Triwanto, telah mengeluarkan Maklumat Kapolda DIY Nomor: Mak/01/VII/2015 tertanggal 25 Agustus, yang menegaskan polisi akan menindak semua pelanggaran sesuai prosedur dan aturan.
Petisi Elanto mendapat dukungan banyak pihak, tapi juga mendapat protes keras dari sejumlah simpatisan parpol yang gerah. “Ada beberapa yang keberatan,” ujar Elanto. Keberatan itu disampaikan melalui media sosial, meminta Elanto menghentikan aksinya. Namun tak sampai mengancam atau mencaci-maki.
Dari sejumlah kabupaten di DIY yang menggelar kampanye terbuka, catatan aksi kekerasan masih terpantau minim di penyelenggaraan pilkada di Gunungkidul yang notabene justru diikuti lebih banyak pasangan calon, yakni empat pasang. Sementara di Sleman dan Bantul masing-masing dua pasang calon.
“Kami terapkan aturan tegas siapapun pelanggar aturan lalu lintas saat konvoi kampanye. Kami pasti tilang sesuai UU berlaku,” ujar Kepala Polisi Gunungkidul, Ajun Komisaris Besar Polisi Haryanto. Untuk konvoi kampanye di Gunungkidul dibatasi, tak ada yang bisa melintasi pusat kota.
Komisioner Panwaslu Gunungkidul, Budi Haryanto, mengatakan sampai hari kedua kampanye terbuka situasi masih kondusif. “Belum ada pelanggaran pemilu mau pun kekerasan yang melibatkan simpatisan partai politik,” kata dia.
PRIBADI WICAKSONO