TEMPO.CO, Tangerang - Aktivis Anti Korupsi di Banten, Uday Suhada, menyatakan, operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Banten dan bos PT Banten Global Development (BGD) tidak berdiri sendiri. Karena itu, ia meminta KPK juga memeriksa Gubernur Banten Rano Karno dan Sekretaris Daerah Banten Ranta Suharta sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD).
Menurut Uday, dua bulan sebelum pergantian Sekda Banten dari Kurdi Matin ke Ranta Suharta, Gubernur Rano memanggil Kepala Bappeda Yanuar untuk menganggarkan Rp 600 miliar sebagai tambahan dana yang sebelumnya senilai Rp 350 miliar. Dana senilai Rp 950 miliar itu untuk pendirian Bank Banten melalui Badan Usaha Milik Daerah, PT BGD.
“Saya yakin hal ini berhubungan dengan kebijakan Gubernur Rano Karno dan Ketua DPRD Asep Rahmatullah (-eks officio) Ketua Badan Anggaran. Sebab, Sony hanyalah pelaksana harian Banggar," ujar Uday kepada Tempo, Rabu, 2 Desember 2015. "Untuk mengurai persoalan ini, KPK juga sebaiknya memeriksa Gubernur Rano, Sekda Ranta, termasuk Kepala Bappeda Yanuar, dan Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Wahyu Wardana, termasuk Indah sebagai Komisaris PT BGD."
Kemarin, KPK menangkap Sri Mulya Hartono selaku Wakil Ketua DPRD Banten dari Fraksi Partai Golkar, Tri Satya Santosa Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang juga anggota Komisi III Bidang Keuangan dan Aset DPRD Banten, serta Direktur Utama PT Banten Global Development (BGD) Ricky Tampinongkol. Hartono, Satya yang akrab disapa Sony, serta Ricky, ditangkap saat melakukan transaksi di sebuah restoran di kawasan Serpong, Tangerang, Banten, sekitar pukul 12.42 WIB.
Pembentukan Bank Banten tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2012 Tentang RPJMD Provinsi Banten Tahun 2012-2017 dan Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pembentukan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Banten. Sesuai rencana, penyertaan modal pembentukan Bank Banten dibutuhkan Rp 950 miliar. Nilai ini dialokasikan secara bertahap.
Suntikan dana penyertaan modal pertama kali pada 2013 sebesar Rp 315 miliar. Pada 2014, proses pembentukan bank tersebut mandek karena ada temuan BPK terkait dengan penyertaan modal tersebut. Awalnya pada tahun 2014 dialokasikan Rp 250 miliar. Namun kemudian anggaran Rp 250 miliar pada APBD murni tahun 2014 yang dititipkan pada BGD itu pada perubahan APBD 2014 dialihkan untuk tambahan belanja.
Baru kemudian pada 2015, tepatnya pada APBD perubahan, pembentukan bank tersebut kembali dikebut. Pemerintah Provinsi Banten pun menggelontorkan dana Rp 250 miliar. Terakhir, DPRD mengesahkan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang APBD Banten tahun 2016 menjadi peraturan daerah (Perda) APBD 2016 dengan nilai Rp 8,9 triliun. Dari nilai tersebut, sebesar Rp 350 miliar di antaranya dialokasikan untuk penambahan penyertaan modal dalam akuisisi Bank Banten.
Gubernur Banten Rano Karno mendukung penuh upaya KPK menuntaskan kasus dugaan suap untuk memuluskan rencana pembentukan Bank Daerah Banten.
Menurut Rano, pihaknya menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum kasus suap pembahasan pembentukan dan pembahasan modal Bank Banten kepada KPK. "Saya mendukung sepenuhnya proses hukum yang tengah berjalan di KPK. Siapa yang bersalah tentu harus bertanggung jawab," tegas Rano Karno, Selasa, 1 Desember 2015.
Bahkan Ketua DPRD Provinsi Banten Asep Rahmatullah mengancam akan menghentikan seluruh proses pembentukan Bank Banten. Menurut Asep, jika hasil penyelidikan KPK menyatakan pembentukan Bank Banten memang menyalahi aturan hukum dan terbukti telah merugikan keuangan negara, PT Banten Global Development (BGD) sebagai BUMD Banten akan dibubarkan. "Jika ada penyimpangan, BGD akan saya bubarkan," tegas Asep.
AYU CIPTA
Video Terkait:
Pasca Ditangkap KPK, Rumah Mewah Milik SM... oleh tempovideochannel