TEMPO.CO, Surabaya - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir kembali mengingatkan agar perguruan tinggi swasta yang dinonaktifkan segera berbenah. Sepanjang tahun 2015, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menonaktifkan 243 perguruan tinggi swasta bermasalah.
Meski begitu, pihaknya mendorong agar mereka berstatus aktif. “Sekarang yang nonaktif tinggal 119 perguruan tinggi. Target saya, 31 Desember harus selesai,” kata Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir di Universitas Airlangga, Surabaya, Sabtu, 28 November 2015. Ia menyebutkan provinsi dengan perguruan tinggi paling banyak berstatus nonaktif berturut-turut adalah DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.
Perguruan tinggi yang masih berstatus nonaktif kini memasuki ranah pembinaan. Dalam tahap pembinaan ini, mereka harus memperbaiki sistem yang ada, dari pembelajaran hingga dosennya. “Mapping kami sudah jelas, pembinaan sudah dilakukan untuk semua Kopertis dan berjalan dengan baik. Jadi tidak ada lagi perguruan tinggi nonaktif. Semua harus menjadi aktif,” ujarnya.
Nasir menegaskan, kampus nonaktif tetap diberikan kesempatan untuk melakukan proses pengajaran. Ia menyebutkan dua syarat dalam berkegiatan selama status suatu perguruan tinggi masih nonaktif. Pertama, mereka tidak diperbolehkan menerima mahasiswa baru sebelum prosesnya berubah menjadi baik. Kedua, dalam pembinaan ini, perkuliahan harus selalu terselenggara dan penyelenggaraan wisuda selalu dilaporkan ke Kopertis. “Ini semua harus kita kontrol agar semua perguruan tinggi menjadi ‘sehat’.”
Adapun Kemenristek Dikti tetap tak memberikan ampun bagi perguruan tinggi yang melakukan kecurangan alias bodong. “Bagi perguruan tinggi yang curang atau fraud, akan segera saya tutup,” tutur Nasir.
Secara umum, perguruan tinggi dinonaktifkan karena tiga faktor. Yakni rasio mahasiswa dan dosen tidak seimbang; terjadi konflik di yayasan yang melahirkan dua ketua yayasan dan dua rektor; serta proses pembelajarannya tidak sesuai seperti perkuliahan jarak jauh.
ARTIKA RACHMI FARMITA