TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Abraham Lunggana atau akrab dengan sapaan Haji Lulung kembali mendatangi Badan Reserse Kriminal Mabes Polri untuk diperiksa terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan uninterruptable power supply (UPS) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2014.
"Pemeriksaan kali ini, jelas sprindik-nya berbeda dengan pemeriksaan terhadap Alex Usman dan Zaenal Soleman. Saya dipanggil untuk menjadi saksi dua teman saya di DPRD yang diduga menjadi tersangka," kata Lulung sebelum pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu, 25 November 2015.
Lulung mengaku akan kooperatif dengan menjawab seluruh pertanyaan dari penyidik. Dia juga berjanji mendukung kerja penyidik Bareskrim dengan memberikan keterangan. "Saya akan kooperatif saja, yang paling penting penegak hukum menyelesaikan persoalan dugaan korupsi ini karena ada kaitannya dengan uang rakyat," kata Lulung.
Setelah penetapan tersangka terhadap Fahmi Zulfikar dan M. Firmasyah, Lulung mengaku tidak ada komunikasi khusus kepada keduanya. "Saya memang bertemu (Fahmi) setiap saat karena ketemu di kantor. Tapi kalau Firman, sudah satu tahun lebih tidak bertemu. Hanya kemarin bertemu dengan Firman pada 13 Agustus 2014, itu juga (bertemu) di BPK saat saya dimintai keterangan," kata Lulung.
Lulung hari ini diperiksa sebagai saksi atas dua anggota DPRD DKI Jakarta, Fahmi Zulfikar dan M. Firmansyah, yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan UPS.
Penetapan tersangka dilakukan pada Rabu, 11 November 2015. Fahmi Zufikar merupakan anggota DPRD DKI dari Fraksi Partai Hanura. Sementara, M. Firmansyah merupakan anggota DPRD DKI Fraksi Partai Demokrat.
Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim telah memeriksa sebanyak enam saksi untuk mengusut tersangka baru selain Alex Usman dan Zaenal Soleman dalam dugaan korupsi pengadaan UPS. Enam saksi yang diperiksa, di antaranya berinisial S, MG, RS, FS, DR, E, dan L, yang merupakan anggota DPRD DKI Jakarta periode 2009-2014.
Kasus korupsi UPS ini terbongkar sejak ditemukannya penggelembungan harga UPS sebesar Rp 5,8 miliar per unit dalam APBD 2014. Menurut informasi, harga satu UPS dengan kapasitas 40 kilovolt ampere hanya sekitar Rp 100 juta.
Fahmi Zulfikar dijerat Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal itu mengatur tentang perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, korporasi, atau orang lain yang merugikan keuangan negara, serta penyalahgunaan jabatan.
LARISSA HUDA