TEMPO.CO, Surabaya - Kalangan pengusaha menggugat besaran upah minimum 2016 yang sudah ditetapkan Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Mereka berasal dari kawasan ring satu Jawa Timur yang meliputi Kota Surabaya, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Gresik, dan Kabupaten Sidoarjo.
"Besaran kenaikannya tidak sesuai dengan rumus kenaikan upah yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan," kata perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Mojokerto, Edy Jusef, kepada wartawan di kantornya, Senin, 23 November 2015.
Menurut Edy, kalau berpatokan dengan rumus penghitungan upah yang terdapat dalam peraturan itu, kenaikan upah hanya sekitar 11,50 persen. Namun yang ditetapkan kenaikan sekitar 12,4 persen.
"Kalau begini, Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 68 Tahun 2015 tentang besaran upah itu tidak ada dasar hukumnya karena memang tidak sesuai dengan PP yang dibuat Presiden," katanya.
Perwakilan Apindo Kota Surabaya, Nuning Widayati, mencontohkan UMK Surabaya telah ditetapkan sebesar Rp 3.045.000 pada tahun depan. Jika penghitungannya menggunakan rumus yang sesuai dengan PP Nomor 78 Tahun 2015, besaran upahnya adalah Rp 3.021.000. "Memang kecil selisihnya, tapi kan ini tidak ada dasar hukumnya," katanya.
Nuning dan Edy mengungkap rencana bersurat kepada Presiden Jokowi, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hanif Dhakiri, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Surat tersebut berisi Apindo ingin peraturan gubernur dibatalkan karena dianggap tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan Jawa Timur Sukardo menegaskan penetapan UMK oleh Gubernur Jawa Timur telah sesuai dengan PP Nomor 78 Tahun 2015. Saat penetapan pada Jumat malam, 20 November 2015, Gubernur Soekarwo telah bertemu dengan perwakilan buruh dan menanyakan langsung kepada Ketua Apindo Jawa Timur.
Sukardo juga menolak jika disebut besaran kenaikan UMK tidak berdasarkan PP. Dia beralasan hal tersebut merupakan pembulatan yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Timur. "Besaran UMK itu merupakan titik tengah antara pengusaha dan buruh sehingga memang win-win solution," katanya.
Sebelumnya, Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Timur, Jazuli, juga menolak Peraturan Gubernur Nomor 68 Tahun 2015 tentang penetapan UMK untuk 38 daerah kabupaten/kota se-Jawa Timur itu. Tapi, alasan yang digunakannya adalah adanya kecurigaan pergub bermuatan politis.
“Kami menilai ada politik upah murah yang memang sengaja dibikin untuk buruh,” ujarnya saat dihubungi Tempo, Ahad, 22 November 2015.
Jazuli menuding empat pejabat sementara kepala daerah yang berada di ring satu Jawa Timur itu tidak menepati janji usulan upah buruh sebelumnya. “Di saat bupati semula mengusulkan Rp 3,2 juta, lalu Pejabat Sementara (Pjs) manut kepada Pak Gubernur yang menunjuk mereka untuk merekomendasi ulang dan diganti sesuai dengan Pergub 68," ujar Jazuli.
EDWIN FAJERIAL | ARTIKA RACHMI