TEMPO.CO, Jakarta - Komisaris Jenderal Anang Iskandar menginstruksikan ke seluruh jajarannya untuk tidak menahan penyalah guna narkotika yang tertangkap tangan oleh polisi. Para pengguna itu nantinya akan direhabilitasi.
"Kebijakan hukum penahanan terhadap penyalah guna, pertama harus dicegah, dilindungi, diselamatkan, dijamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial," kata Anang saat dihubungi wartawan, Jumat, 20 November 2015.
Instruksi tersebut tertuang dalam Telegram Rahasia (TR) Kapolri bernomor 865/X/2015 tertanggal 26 Oktober 2015 dan ditandatangani oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Anang Iskandar.
Landasan lainnya diatur dalam Pasal 127 Undang-Undang Narkotika, bahwa penyalah guna adalah kriminal yang diancam pidana empat tahun. Sedangkan, bagi penyalah guna, ketergantungan wajib rehab sesuai Pasal 54 UU Narkotika. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, tidak memungkinkan penyalah guna narkotika untuk ditahan, karena di bawah lima tahun.
"Karena tidak bisa ditahan, penyidik diberi kewenangan untuk tempatkan ke rehab berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2011 turunan Undang-undang Narkotika," kata Anang. "Kalo penyalah guna kan kriminal, kalo ketergantungan wajib rehab," Anang menambahkan.
Dalam telegaram rahasia (TR) tersebut dijelaskan bahwa dalam menangkap penyalah guna, perlu dilakukan assessment atau penilaian untuk mengetahui kadar ketergantungannya. Oleh sebab itu, dalam telegram tersebut tertulis agar kepolisian membentuk Tim Asesmen Terpadu (TAT) sebagai upaya menangani para pengguna narkotika.
TAT ini terdiri tim dokter dan tim hukum. Ketua TAT adalah Direktur Reserse Narkoba untuk tingkat polda dan Kepala Satuan Narkoba di polres. Tim dokter beranggotakan minimal dua orang yang berasal dari Polri atau PNS Polri yang sudah dilatih sebagai assesor dan tersertifikasi oleh Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri serta memiliki kemampuan medis dan kejiwaan. TAT dibentuk mulai dari tingkat polda hingga polres di setiap provinsi.
LARISSA HUDA