TEMPO.CO, Jakarta - Setelah membacakan putusan sekitar tujuh jam, Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang akhirnya mengabulkan gugatan warga atas surat Bupati Pati yang mengizinkan pendirian pabrik semen PT Sahabat Mulya Sejati di Pati. ”Mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya,” kata Ketua Majelis Hakim PTUN Semarang Adi Budi Sulistyo saat membacakan putusan, Selasa, 17 November 2015.
Hakim, dengan anggota Ery Elvi Ritonga dan Wardoyo Wardana, juga menyatakan surat izin lingkungan Bupati Pati Nomor 660.1/4767/2014 yang terbit 8 Desesmber 2014 tentang izin lingkungan pembangunan pabrik semen dan penambangan batu gamping dan lempung oleh PT SMS batal demi hukum. Untuk itu, hakim mewajibkan tergugat mencabut surat keputusan tersebut.
Hakim membacakan putusan sejak pukul 10.00 hingga 17.48 WIB. Adi berpendapat, keterlibatan warga minim dalam proses pendirian pabrik semen. Padahal, kata Adi, guna menuju pemerintahan yang baik, keterlibatan masyarakat sangat diperlukan. ”Ini beralasan hukum dan patut untuk dikabulkan,” kata Adi.
Selain itu, hakim juga mempertimbangkan kawasan karst di lokasi pendirian pabrik semen. Hakim juga berulang kali menyebut kesesuaian lokasi pabrik semen dengan dokumen rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Kabupaten Pati.
Mendengar putusan hakim itu, warga yang menunggu sejak pagi langsung mengungkapkan kegembiraan. Mereka tampak girang sambil meneriakkan yel-yel. Ada juga ibu-ibu yang terlihat menangis histeris.
Kuasa hukum warga penggugat dari Lembaga Bantuan Hukum Semarang, Zainal Arifin, menyatakan putusan hakim tersebut adalah kemenangan masyarakat. ”Ini adalah pembuka bagi kemenangan berikutnya di daerah-daerah lain yang akan ada pendirian pabrik semen,” kata Zainal.
Kuasa hukum PT SMS, yang menjadi tergugat intervensi, Florianus Sangsun, menyatakan akan mengajukan banding. ”Hakim tidak mempertimbangkan alat bukti, baik tertulis, saksi fakta, dan keterangan ahli,” kata Florianus. Florianus juga menegaskan PTUN juga tidak berhak memeriksa surat izin yang sudah mengantongi amdal.
Gita Paulina, kuasa hukum yang lain, menuding hakim tidak membaca dokumen amdal. Gita menyebut, adanya 67 warga yang menolak pendirian pabrik semen hanyalah rona awal untuk kemudian dimitigasi dalam tahap selanjutnya.
”Selain itu, 67 persen itu hanyalah responden yang jumlahnya hanya 5 persen dari populasi,” kata Gita sambil terlihat emosi. Selain itu, menurut Gita, dokumen amdal yang memunculkan 67 persen warga tak setuju itu bukanlah konsensus.
Siti Subiati dari kuasa hukum Pemerintah Kabupaten Pati juga akan mengajukan banding. ”Kami telah melibatkan warga dalam proses ini, tapi tidak menjadi pertimbangan hakim,” kata Siti.
ROFIUDDIN