TEMPO.CO, Bogor - Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto tidak mau memberikan komentar sehubungan dengan survei Setara Institute yang menempatkan Kota Bogor menjadi kota yang paling tidak toleran di Indonesia pada 2015. Hal ini didasari hasil penelitian (riset) dan survei yang dilakukan Setara Institute terhadap 94 kota di Indonesia.
"No comment," kata Bima Arya kepada Tempo, Senin, 16 November 2015, malam.
Bima Arya pun berdalih bahwa dirinya sudah menyampaikan semua penjelasan terkait dengan permasalahan GKI Yasmin dan surat edaran yang diterbitkan Wali Kota Bogor, yang mengimbau pelarangan perayaan Assyura yang kerap dilakukan kelompok Syiah. "Semua sudah saya sampaikan dengan jelas di berbagai kesempatan wawancara. Termasuk wawancara eksklusif di majalah Tempo yang terbit hari ini," ujarnya.
Dalam indeks yang dirilis Setara Institute, Kota Bogor mendapat poin atau skor paling tinggi, yakni 5,21 dari poin terendah, dengan skala 1-7, dalam survei dan riset tersebut. Sebab, berdasarkan kajian yang dilakukan Setara Institute, banyak peristiwa buruk terjadi di Kota Bogor yang mencerminkan adanya intoleransi.
Permasalahan yang dianggap menjadi indikator yang dianggap memiliki bobot toleransi terendah itu, yakni permasalahan GKI Yasmin serta dikeluarkanya surat edaran pelarangan perayaan Asyura oleh kelompok Syiah di Kota Bogor.
Selain kota tak toleran, Setara Institute menetapkan 10 kota di Indonesia yang memiliki toleransi tertinggi dalam kebebasan beragama. Kota Pematang Siantar berada di urutan pertama kota paling toleran, disusul Salatiga, Manado, dan Ambon.
M SIDIK PERMANA