TEMPO.CO, Den Haag - Majelis hakim pengadilan rakyat internasional 1965 menyimpulkan bahwa telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia serius di Indonesia setelah peristiwa 30 September 1965. Pada waktu itu, terjadi pembunuhan para jenderal yang kemudian dibuang di Lubang Buaya. Majelis juga menyatakan bahwa pemerintah Indonesia bertanggung jawab atas terjadinya kejahatan kemanusiaan.
“Karena garis komando terorganisasi dari atas ke bawah lembaga institusional,” kata hakim ketua Zak Yacoob, saat membacakan kesimpulan majelis hakim di ruang sidang di Nieuwe Kerk, Den Haag, kemarin petang, Jumat, 13 November 2015.
Menurut majelis hakim, seluruh materi yang ada dari hari pertama hingga terakhir menunjukkan, tanpa diragukan lagi, “Pelanggaran hak asasi manusia serius yang telah disampaikan ke hakim benar-benar terjadi,” kata Yacoob.
Menurut majelis hakim yang berjumlah tujuh orang itu, seperti dibacakan Yacoob, para hakim menyatakan telah terjadi pembunuhan massal puluhan ribu orang, pemenjaraan ilegal tanpa pengadilan dan untuk waktu lama, juga perlakuan tak manusiawi terhadap tahanan. Juga terjadi penyiksaan dan kerja paksa yang menyerupai perbudakan. “(Semuanya) berdasar,” ujarnya.
Selain itu, kekerasan seksual, terutama terhadap perempuan, yang sistematis dan rutin. Dan selama 1965-1967, banyak terjadi prosecution yang membuat orang menjadi terasing (eksil). Banyak orang tidak mendukung propaganda Soeharto menghilang.
Juga negara Indonesia, selama periode relevan, melalui militer, mendorong dilakukannya pelanggaran hak asasi manusia yang sistematis dan meluas.
Hakim pun yakin semua ini dilakukan dengan tujuan politik, untuk menyingkirkan PKI, simpatian PKI, serta sejumlah besar orang, termasuk pendukung Sukarno, serikat buruh, dan para guru. Yacoob juga menyatakan bahwa semua materi yang disampaikan kepada hakim membuktikan terjadinya kejahatan terhadap kemanusian yang luar biasa.
PURWANI DIYAH PRABANDARI (DEN HAAG)