TEMPO.CO, Malang - Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya, Malang, membatalkan kegiatan Brawijaya International Youth Forum 2015 lantaran teror yang dialami penyelenggara. "Ada pesan pendek dan telepon yang meminta acara dibatalkan. Jika tidak, ada kelompok yang mengancam akan membubarkan," kata juru bicara panitia, Teuku M. Farhan Alqifari, Jumat, 13 November 2015.
Pelaku, ucap dia, meneror panitia karena menganggap forum tersebut mendiskusikan isu sensitif, yakni isu tentang kaum minoritas lesbi, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Padahal, ujar Farhan, acara bertema The Right of Minorities in a Globalizied World ini membahas isu hak asasi manusia kaum minoritas. Sedangkan kelompok LGBT merupakan bagian kecil isu yang akan dibahas.
Farhan mengklaim diskusi itu murni inisiatif BEM FISIP. Dia menjamin tak ada pesanan dari pihak tertentu untuk membahas isu LGBT. Apalagi, dalam forum tersebut, mereka tak mengundang kelompok minoritas LGBT. Forum ini akan dihadiri anak muda, terutama mahasiswa.
Rencananya, acara diselenggarakan di Hotel Swiss Bell In, Malang, 11-12 November 2015. Narasumber dalam diskusi itu di antaranya Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Luar Negeri Dicky Komar; perwakilan UNDP, Hendry Yulius Wijaya; pengajar Universitas Frankfrut Frank Large; aktivis LGBT, Dede Utomo; dan Wakil Sekretaris PWNU Ahmad Rubaidi.
Sepekan sebelum acara, panitia mendapat teror lewat pesan pendek dan telepon. Padahal mereka telah memesan tempat jauh hari dan sekitar 90 mahasiswa telah memesan tiket diskusi. Setiap peserta membayar Rp 300 ribu. "Kami harus mengembalikan dana dan membatalkan sejumlah kerja sama," tuturnya.
Baca Juga:
Farhan mengaku kegiatan ini telah mendapat izin dari Dekan FISIP Universitas Brawijaya. Dia menyayangkan ada intimidasi yang membuat acara tersebut batal.
Wakil Dekan II FISIP Universitas Brawijaya Imron Rozuli mengatakan telah mengingatkan mahasiswa agar berhati-hati menyangkut isu sensitif, seperti membahas persoalan LGBT. Apalagi kegiatan dilakukan di luar kampus. "Rektor juga ditekan pihak luar," katanya.
Demi menjaga rasa aman dan ketertiban, Universitas Brawijaya meminta mahasiswa membatalkan acara yang digagas selama sebulan penuh itu.
Sebelumnya, Universitas Diponegoro, Semarang, membatalkan diskusi bertema LGBT yang digelar Lembaga Pers Mahasiswa Gema Keadilan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro pada Kamis lalu.
EKO WIDIANTO