TEMPO.CO, Jakarta - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta telah memasang alat peringatan dini atau early warning system di sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi. Itu sebagai peringatan kepada masyarakat jika sewaktu-waktu terjadi banjir lahar dan longsor karena saat ini sudah masuk musim penghujan.
"Alat-alat sudah dipasang sebagai peringatan jika banjir lahar hujan terjadi akibat hujan deras di puncak," kata Kepala BPPTKG Yogyakarta, I Gusti Made Agung Nandaka, Kamis, 12 November 2015.
I Gusti Made Agung menegaskan, sisa material erupsi 2010 kini memang sudah berkurang. Sesaat setelah erupsi itu, ada 145 juta meter kubik material. Kini diperkirakan masih ada 40 juta meter kubik di berbagai wilayah, terutama di sisi selatan dan barat Merapi.
Jika hujan lebat mengguyur puncak gunung, potensi banjir lahar hujan akan terjadi di sungai-sungai yang berhulu di Merapi. Misalnya, Kali Woro, Kali Gendol, Kali Opak, Kali Kuning, Kali Boyong, Kali Krasak, Kali Pabelan, Kali Putih, dan Kali Blongkeng.
Pasca erupsi 2010, banjir lahar hujan material Merapi sudah merusak lebih dari 200 rumah, baik di Sleman maupun dua kabupaten di Jawa Tengah, yaitu Klaten dan Magelang. Belasan jembatan ambrol diterjang banjir lahar, instalasi air milik Perusahaan Daerah Air Minum hancur, dan akses jalan terputus.
"Semua kawasan bahaya dipasang alat itu," kata dia.
Kepala Seksi Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Daerah Istimewa Yogyakarta Danang Samsu menambahkan, hujan lebat juga mengakibatkan rawan terjadi bencana tanah longsor. Untuk antisipasi dan meminimalisasi korban jiwa, pihaknya juga sudah memasang kurang lebih 300 alat peringatan dini.
"Mayoritas alat yang kami pasang ada di Kulon Progo karena bukit di sana rawan longsor," kata dia.
MUH SYAIFULLAH